Walaupun Indonesia di kandidatkan sebagai produsen kedua terbesar di dunia dengan lahan terluas pertama di dunia, faktanya belum mampu untuk mensejahterakan rakyat kecil sebagai contoh petani karet khususmya, dikarenakan harga yang kian kemari semakin terpuruk tanpa solusi efektif yang diberikan oleh Pemerintah dalam upaya penanggulangan harga dan bahkan secara tidak langsung seakan terabaikan perlahan dari pendengaran publik, akibatnya para petani karet seolah tidak dianggap dan kondisi para petani karet harus hidup dalam kondisi “ Mengais pagi konsumsi petang” seolah uang yang didapat sehari dan dihari yang sama juga habis karena mirisnya kehidupan yang mereka jalani.
Peran Pemerintah dalam mengatasi keadaan ekonomi bangsa sudah menjadi kewajiban agar tercapainnya masyarakat yang sejahtera akan tetapi usaha yang dilakukan belum sepenuhnya mampu mengatasi kondisi anjloknya harga karet sekarang ini. Berikut upaya yang telah dilaksanakan Pemerintah sebagai tonggak penguat ekonomi rakyat.
Kepala Bidang Pengelola Lahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan Rudi Aprian, mengatakan banyak faktor harga karet tak kunjung bergerak naik sejak 2013 yaitu pertama. kelebihan suplai di pasar ekspor karena munculnya negara baru pengekspor karet, yang sebelumnya hanya berasal dari Thailand, Indonesia, Vietnam, India, China, dan Malaysia dan belakangan muncul negara produsen baru seperti Myanmar, Laos dan Kamboja. Kedua kondisi perang dagang anatara China dengan Amerika Serikat, Rudi mengatakan pertumbuhan ekonomi China menjadi fakor utama yang berpengaruh terhadap permintaan karet alam dunia. Sementara situasi saat ini tidak mengunungkan karena adanya perang dagang. Ketiga harga karet yang terbentuk di Singapura (SICOM) menjadi acuan transaksi oleh para pelaku bisnis karet alam, Rudi menyatakan bahwa sudah lama disinyalir mekanisme pembentukan harga (price discovery platform) di SICOM tidak sepenuhnya mencerminkan faktor fundamental supply dan demand karet alam dunia.
Direktur Jenderal (Dirjen) Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Budi Setiyadi mengungkapkan dalam rapat semua kementerian diminta meningkatkan konsumsi karet alam dalam negeri. “Harga karet itu dipermainkan bukan oleh dalam negeri tapi global , oleh negara-negara lain. Ya memang jalan keluarnya sekarang adalah produksi karet ini yang dari petani itu banyak dipakai di dalam negeri supaya mendongkrak harga,” kata dia saat ditemui usai rapat, Di Kemenko Perekonomian, Senin(14/10/2019)(sumber : Liputan6). Dirjen Budi merincikan penggunaan karet oleh Kemenhub diantaranya untuk pembuatan aspal jalan raya, pembuatan traffic cone, bantal rel kerta api hingga dock fender pelabuhan dsb.(sumber : Liputan6).
Baru-baru ini Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian menggelar rapat koordinasi terkait harga karet yang merosot di tingkat internasional. Harga karet di pasar fluktatif pada kisaran USD 1,3 per Kg FOB sehingga harga karet di tingkat petani sekitar Rp5.000/kg-Rp7.000/kg sedangkan di Malaysia sendiri harga karet mencapai Rp15.000/kg. Harga ini cukup rendah bagi petani Indonesia sehingga akan menekan harga tingkat petani.
Saya ( penyusun ) yang juga sebagai seorang anak pemilik kebun karet dan tumbuh di daerah perkebunan karet merasakan dampak yang berbeda ketika saya masih SD sekitar (2007-2013) dengan setelah SMP sampai sekarang kuliah ( 2013-2019), dimana ketika saya sebelum saya menginjak SD sampai SD para petani karet sangat antusias dalam bekerja bahkan hampir setiap bulan selalu ada yang menawarkan diri untuk bekerja sebagai petani karet di perkebunan ayah saya karena saat itu harga karet masih dalam kisaran Rp10.000/kg hingga Rp15.000/kg bahkan suatu waktu pernah mencapai Rp20.000an/kg sedangkan setelah saya menduduki SMP harga mulai jatuh dibawah angka Rp10.000/kg dan saat ini (2019) data terakhir yang saya terima sangat miris, berada pada kisaran harga karet kisaran Rp4.000/kg sampai Rp6.000/kg.
Selain itu, Peran Pemerintah terhadap ekonomi Indonesia mulai diwujudkan dalam bidang akademis contohnya saja melalui Kementerian Perindustrian yang memiliki 11 sekolah kedinasan salah satunya Politeknik Negeri ATK Yogyakarta yang memiliki tiga program studi yaitu Teknologi Pengolahan Kulit (TPK), Teknologi Pengolahan Produk Kulit (TPPK), dan Teknologi Pengolahan Karet dan Plastik (TPKP). Pada kesempatan ini kita akan membahas sedikit tentang haluan dari Teknologi Pengolahan Karet dan Plastik (TPKP) program studi yang terbaru di Politeknik ATK, dimana pada program studi Teknologi Pengolahan Karet dan Plastik (TPKP) mahasiswanya dipersiapkan untuk menjadi pemeran dalam revolusi industri 4.0.
Sebab, dalam matakuliah yang diberikan menuntut mahasiswa harus mampu menganalisa komponen bahan pengolahan hingga membuat sebuah produk jadi berbahan baku dari karet maupun limbah plastik. Oleh karena itu, Politeknik ATK terus mengasah mahasiswanya dalam proses pendidikannya untuk memnumbuhkan soft skill dengan tujuan menciptakan insani civitas akademika yang mampu bersaing dalam industri untuk meningkatkan ekonomi dalam membangun negeri (Selesai).
Admin : Iskandar Hasibuan,SE