Keajaiban itu tak hanya ada pada kemustahilan. Rasa takjub itu juga muncul dari proses yang alot, kerja keras dan hasil akhirnya. Begitulah sebuah tim yang sangat besar berkerja penuh spirit seakan tak henti dalam kendali langsung Sang Bupati.
Sebuah panorama indah terhampar di tepian Aek Singolot. Sungai yang tergolong ajaib, dan mungkin satu-satunya di dunia. Karena airnya terasa sepat, disebut “singolot”. Sungai ini mangalir dari Tor Gongga di lembah Gunung Sorik Marapi, kemudian melawati Pesantren Musthofawiyah di Desa Purbabaru, Kecamatan Lembah Sorik Marapi, Madina. Selanjutnya, menerobos lembah bukit bernama Payaloting dan melintasi pintu masuk Kompleks Payaloting, Perkantoran Pemkab Mandina di Desa Parbangunan, Panyabungan. Lalu meliuk menemui aliran Sungai Batang Gadis (Aek Godang).
Di pinggir Aek Singolot, sepanjang Kompleks Perkantoran Payaloting (KPP), tampak membentang lahan dengan kontur nan elok dan eksotik. Jika selama ini dibiarkan dan terabaikan begitu saja, bahkan memiliki sisi yang seram dan berpotensi kriminal.
Sekarang, kontur eksotis itu digarap, dibentuk, dipoles dan disuguhkan sebagai areal dengan beberapa sisi dan dimensi. Jika ditatap mulai dari jembatan pintu masuk KPP, tampak bangunan panggung berukuran besar yang menawarkan kemegahan dan gemerlap seremonial.
Kemudian, di sisi sebelah kiri, tampak panggung yang berukuran lebih kecil beratap kaca. Di atas panggung yang menempel langsung dinding tebing ini, terdapat seperangkat peralatan Gordang Sabilan.
Di sebelah kirinya, ada pula tangga sepanjang dinding tebing dan mengikuti kontur tebing. Tangga yang meliuk hingga melintasi dan mendekati tangga ke atas panggung besar yang menempel ke jembatan. Ada sekitar 30 anak tangga yang memberikan daya tarik dan nuansa lebih asri.
Seterusnya, di sisi yang disah diratakan terdapat areal yang menjadi pelataran dan lapangan berhias bebatuan besar. Tompat ini bisa digunakan untuk mendirikan tratak yang dapat menampung tamu dalam jumlah yang lumayan banyak.
Bukan hanya itu, ada lagi bangunan setengah permanen bernuasa putih-kuning. Dengan tanpa dinding penuh, bangunan ini menawarkan kesejukan angin yang berhembus sepajang aliran Sungai Aek Singolot. Pengunjung atau pengelola dimungkinkan untuk langsung parkir di sekitar banguna itu, atau bahkan hingga ke tepi sungai.
Itulah satu sisi dari banyak warna di zona yang sudah dijuluki Taman Raja Batu itu. Sebuah tulisan besar yang dilengkapi dengan neon boks hingga tampak memancarkan cahaya di kala malam terpampang gagah dan tampak bahkan dari kejauhan sekalipun.
Pesan Persuasi
Setidaknya, sudah terdapat tiga kompleks lain dari Taman Raja Batu ini. Bahkan dengan areal yang lebih lapang.
Di situlah, Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal memusatkan rangkaian acara peringatan Hari Ulang tahun (HUT) Kabupaten Mandailing Natal (Madina) yang ke-18. Inilah yang menjadi ‘episentrum’ yang berpotensi menyedot perhatian, bukan saja masyarakat Madina, melainkan juga umumnya orang Sumatera Utara.
Namanya memang Taman Raja Batu (TRB). Di taman ini, batu menjadi ornamen utama. Taman ini kemudian memberi nuansa Zaman Batu (Megalitikum). Terasa ada keteguhan. Sebuah harapan yang amat besar. Tentu saja, yang terasa bukan hanya sensasi seremoni sepanjang HUT Madina ke-18 ini. Di balik semua itu, ada visi.
Jelas, TRB juga menjadi pesan yang mengajak kita untuk membaca segala sesuatu, termasuk yang sudah terlanjur dianggap terlalu biasa, sehingga terbiarkan dan terbaikan seperti bentuk awal cikal bakal TRB ini. Membaca potensi maksimal dari satu aset yang sempat dianggap tak bernilai secara ekonomi.
TRB menjadi pesan untuk menggubah semua yang terbaca, termasuk bebatuan yang sebelum terhampar tak berarti, menjadi khasanah penuh makna. Makna-makna yang mengemuka kemudian, adalah gagasan besar, visi yang bergerak lantang maju ke depan.
Tak terbaikan, lebih-lebih bagi mata yang menyaksikan — apalagi sejumlah orang yang terlibat langsung bekerja. TRB adalah alat untuk menggugah. Taman yang terwujud dengan kerja sangat keras. Lokasi yang setelah menjadi taman (TRB), terus menawarkan hal lain dan membutuhkan kerja yang lain.
Termat banyak tanda ikonis yang kemudian menjadi sebentuk penerangan (information) tersendiri dalam membangun dan mengubah Madina menjadi daerah otonom yang mempu bergerak lebih progresif merealisasikan misi-misi yang sudah tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan juga Rencana Kerja Perangkat Daerah (RKPD).
Singkatnya, TRB adalah persuasi bagi kita semua. Persuasi (ajakan halus) untuk melakukan hal-hal besar. Persuasi untuk menggubah gagasan kecil menjadi besar yang pada akhirnya punya nilai komersial (menguntungkan secara ekenomi) yang berujung pada peningkatan perdapatan per kapita dan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan APBD di tahun-tahun mendatang.
Silakan memandangnya dari jauh. Tatap sedekat mungkin. TRB adalah keajaiban kerja. Bukan ketok megik.
Gebyar Segar
Betul, dua-tiga hari sebelum hari “H” pelaksanaan rangakain HUT Madina ke18 ini, TRB belum menjadi apa-apa. Apalagi seperti yang terlukis di atas. TRB masih menampakkan proses. TRB masih berupa pekerjaan. Banyak orang kerja. Hampir di semua sisi, ada yang bekerja dengan rencana kerja masing-masing. Masih kacau.
Di 6 Maret ini, wajah TRB seolah berubah seketika. Seperti mejik, ajaib.
Semunya sudah terpakai fungsional. Ada pernak-pernik kecil. Ada pesona yang dahsyat. Dinding bukit itu sudah bercerita tentang Madina yang sudah berusia 18 tahun. Anak Bukit Payaloting ini juga bertutur tentang derap pembangunan tahun ke tahun. Tak lupa pada sejarah. Tak abai pada adat dan agama, hingga tercetus moto “Negeri Beradat, Taat Beribadat”.
Pada Senin, 6 Maret 2017 ini, tepatnya pukul 09.00 mulai berlangsung Pembukaan Rangkaian Acara HUT Madina ke-18. Ada juga acara lanjutan di tempat lain, seperti Pertandingan Bulu Tangkis Antar-Instansi di GOR Banjar Sibaguri, Panyabungan III, Kecamatan Panyabungan.
Ingat anak, juga ada Pemilihan Da’i (Piildacil) dari Kecamatan yang berlangsung di Mesjid Al-Hamlim Kompleks Perkantoran Payaloting. Di Mesjid Agung Nur Ala Nur juga ada MTQ Ibu-ibu PKK Kecamatan.
Oh ya, termasuk bagian dari pembukaan itu, masyarakat Madina juga bisa terlibat lansung dalam Pesta Rakyat Minum Kopi 2.500 gelas. Boleh jadi, bukan hanya sensasional, melainkan juga bisa masuk museum rekor (jika bisa mengalahkan rekor nasional sebelumnya).
Begitu juga di Selasa, 7 Maret. Dari pagi sampai malam. Gebyar HUT Madina ke-18 itu masih membahana. Lanjut ke 8-9 Maret, ada Sholat Subuh Berjamaah Bersama Ustadz Yusuf Mansur dan berakhir 10 Maret dengan acara puncak Pagelaran Seni Budaya dari Dinas Pendidikan di Taman Raja Batu.
Terakhir, 11 Maret. Penutupan rangakaian HUT Madina juga digelar di TRB, salah satunya dengan suguhan Hiburan Rakyat yang berlangsung hingga pukul 23.00 WIB.
Begitulah Gebyar HUT Madina ke-18. Gebyar yang segar. Segar untuk Madina masa depan. Inilah episentrumnya.
Sinergi untuk Energi
Tak hanya itu, momentum HUT Madina kali ini juga menjadi pilihan ‘setting’ bagi jurnalis (wartawan) Madina untuk mendeklarasikan wadah bernama “Prasasti Jurnalis Madina” (PJM). Sesungguhnya jurnalis senior, yakni Ali Rachman Nasution, SH (BB News); Iskandar Hasibuan, SE (Malintang Pos); Ir. Ali Mutiara Rangkuti, MM (Madina Pos) dan Muhammad Nekson Tanjung (Mandili) mendirikan PJM tepat pada Hari Pers Nasional, Kamis, 9 Februari 2017 lalu. Inilah saat tepatnya, mereka selaku pendiri mendekllarasikan PJM dan Bupati Madina, Drs. Dahlan Hasan Nasution pun mengukuhkan susunan pengurusnya.
Seperti harapan Sang Bupati Dahlan Hasan Nasution, Madina harus terus membangun dan itu membutuhkan sinergi. Sinergi antar semua unsur. Bukan hanya sinergi antar-jurnalis, tapi juga antara Pemkab dengan jurnalis Madina (pers).
Bagi Ali Rachman Nasution, “Pembangunan itu kompleks. Karenanya, harus dibaca dengan seksama, jika perlu melalui wawancara berulang-ulang, sehingga rencana, progres dan hasil akhir pembangunan itu tergambar dengan utuh. Jangan sepotong-sepotong, apalagi membuat sesuah isu itu seolah-olah terpisah atau seolah-olah bagian dari. Intinya, pers itu jangan jadi gambaran sekoynong-konyong. Harus jelas, terukur dan bisa menangkap indikasi atau tanda-tanda.”
Begitu juga dengan pandangan Iskandar Hasibuan, “Bupati pun sesungguhnya butuh masukan. Silakan saja teman-teman pers memaknai masukan itu sam dengan kritik. Karena itu, pers atau orang-orang jurnalistik itu harus mau mengerti mengerti “konteks” dari setiap “teks”. Apa itu, kita harus memahami situasi-situasi yang ada di lingkup program pembangunan. Yang lebih penting, jangan sampai jurnalis itu menambah kebingungan di kalangan masyarakat. Itu dia.”
Menambahkan pemahaman tentang itu, Ali Mutiara yang punya akun media sosial ucok rangkuti itu menguatkan, “Sesama insan pers atau jurnalis itu harus punya intensitas atau kedalaman komunikasi. Sangan penting juga bagi kita kontinuitas (keberlanjutan) itu. Sehingga kita punya pemahaman dan pengertian yang cukup luas atas isu-isu yang berkembang, terutama yang terkait dengan pembangunan Mandailing Natal.”
“Mempertahankan pandangan sempit dan mengopernya kepada orang lain, apalagi khalayak pembaca, jelas-jelas menjadi cela bagi wartawan atau jurnalis. Karena, wartawan harus senantiasa memberikan kejelasan, fakta yang luas dan pengertian yang benar. Pers tidak boleh main-main dengan isu,, harus ada fakta atau indikator tentang fakta itu. Makanya, wartawan itu butuh wadah untuk membangun pemahaman yang benar dan bisa memberitakan kebenaran dengan benar,” tambah Muhammad Nekson Tanjung.
Duskusi yang cukup alot itu terjalin beberapa saat sebelum menemukan kesepakatan untuk mendirikan PJM. Penyataan-pernyataan itu kiranya menjadi penegasan betapa perlunya PJM, PJM itu vital dan momentumnya sudah tepat. Pastikan sinergi menjadi energi untuk Madina yang lebih baik, lebih makmur. (Muhammad Ludfan Nasution, Wakil Pemimpin Redaksi Malintang Pos dan Ketua Terpilih Prasasti Jurnalis Madina — PJM)
Admin : Dina Sukandar Hasibuan.A.Md