Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal melaksanakan pembangunan daerah dengan berdasarkan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah setiap tahunnya. Penyusunan APBD untuk tahun 2021 mempedomani Permendagri nomor 64 tahun 2020 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2021. Penyusunan rancangan APBD TA 2021 dilaksanakan oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).
Apakah TAPD sudah mempedomani Permendagri Nomor 64 Tahun 2020 tersebut ?
Kenyataannya Rancangan APBD TA 2021 belum disahkan, sampai saat ini masih dilakukan pembahasan di DPRD. Padahal di dalam Permendagri Nomor 64 Tahun 2020 Lampiran I.D.4. disebutkan bahwa Rancangan Perda tentang APBD TA 2021 wajib disahkan paling lambat 1 bulan sebelum dimulainya tahun anggaran 2021 atau dengan kata lain paling lambat akhir bulan November harus sudah disahkan.
Kenapa terjadi keterlambatan ini ? Bukankah hal yang sama juga terjadi tahun lalu ?
Faktor pertama terjadinya keterlambatan ini adalah kurangnya koordinasi intern tim TAPD yang diketuai Sekda. Anggota TAPD yang terdiri dari beberapa pimpinan OPD terkesan jalan sendiri-sendiri dan hanya mementingkan OPD masing-masing.
Faktor kedua adalah tidak adanya integrasi data antara eplanning di Bappeda dengan ebudgeting di Dinas Keuangan. Tidak adanya integrasi data ini membuat OPD melakukan input data dua kali yaitu sekali di eplanning dan sekali lagi di ebudgeting dan hal ini rawan terjadi kesalahan. Seharusnya antara eplanning dan ebudgeting berada di satu tangan pengelolaan dalam hal ini di Dinas Kominfo sebagai pengelola egovernment mulai dari eplanning, ebudgeting, edelivery, easset dan eaudit sebagaimana diterapkan di hampir seluruh pemerintah kabupaten/kota seIndonesia. Integrasi data ini sangat penting untuk efisiensi pemerintahan dan mendukung terwujudnya satu pusat data anggaran dari awal yaitu perencanaan sampai akhir yaitu audit. Terpisahnya pengelolaan eplanning dan ebudgeting menyebabkan terjadinya pemborosan waktu yang berujung pada keterlambatan pengesahan APBD. Apalagi input data ada pembatasan admin setiap OPD menyebabkan OPD terkuras tenaga dan waktunya dalam input data. Apa salahnya admin setiap OPD diperbanyak agar proses input data bisa dipercepat dan menghemat waktu.
Faktor ketiga adalah kurangnya kapasitas SDM pejabat yang membidangi perencanaan di setiap OPD. Adanya dropping atau pola top down penempatan pejabat di semua OPD sehingga Kepala OPD wajib menerima pejabat yang dilantik secara top down tanpa mempertimbangkan kesesuaian kapasitas dan kemampuan menyebabkan pola kerja dan pola komunikasi intern OPD menjadi tidak solid. Sehingga yang terjadi banyak tugas menumpuk pada orang tertentu sedangkan pejabat lain tidak mendapat beban kerja akibat lemahnya kapasitas. Apalagi mutasi jabatan tidak memandang waktu dan sering terjadi pergantian pejabat di tengah perjalanan pelaksanaan kegiatan.
Faktor keempat adalah tidak adanya jaminan kinerja sebagai faktor utama dalam penempatan pejabat menyebabkan para pejabat tidak mementingkan kinerja tapi justru lebih mementingkan faktor x dan pendekatan ke pimpinan menyebabkan kinerja semua OPD menjadi sangat buruk.
Keempat faktor di atas menyebabkan buruknya kinerja pemda Madina dan tercermin dari buruknya perencanaan anggaran APBD TA 2021 yang dimotori oleh TAPD.
Hal ini diperparah lagi di mana terjadi kelalaian pelaksanaan reviu KUA PPAS TA 2021 dan reviu RKA APBD TA 2021. Reviu KUA PPAS TA 2021 seharusnya dilaksanakan dengan cara melakukan reviu terhadap Rancangan KUA PPAS TA 2021 antara Inspektorat dengan Dinas Keuangan. Demikian juga Reviu RKA APBD TA 2021 seharusnya dilaksanakan dengan cara melakukan reviu terhadap Rancangan RKA APBD TA 2021 antara Inspektorat dengan Dinas Keuangan. Namun apa yang terjadi ? Sekarang Inspektorat kalang kabut sendirian melakukan reviu terhadap KUA PPAS TA 2021 yang sudah disahkan. Dan melakukan reviu terhadap RKA APBD TA 2021 yang sekarang sudah dibahas di DPRD. Ini merupakan pelanggaran prosedur tingkat berat yang dilakukan oleh TAPD dalam hal ini Inspektorat dan Dinas Keuangan. Apa saja kerja para pejabat Inspektorat dan Dinas Keuangan ?
Kalau begini caranya maka sangat wajar apabila proses pembangunan Madina amburadul. Terbukti dengan banyaknya proyek yang tidak selesai dan kemungkinan besar putus kontrak. Beranikah pimpro melakukan black list terhadap pemborong yang putus kontrak ? Mari kita tanyakan kepada rumput yang bergoyang.
Wassalam
Dikirim Pemerhati APBD ke Redaksi
Admin : Iskandar hasibuan.