CHILDFREE

Penulis :Bintang Rosada, M.Pd
Dosen Bahasa dan Sastra Arab STAIN Madina/Dok.

Childfree, istilah yang saat ini sedang digaungkan oleh remaja, orang dewasa, terutama emak-emak yang memiliki momongan maupun sedang berusaha memiliki momongan.

Istilah childfree terdengar asing bahkan bertolak belakang dengan etika masyarakat Indonesia pada umumnya yang mengharuskan Wanita dan pria (pasutri) memiliki momongan setelah adanya ikatan pernikahan.

Bahkan pasutri yang belum dianugerahi momongan setelah sekian tahun pernikahan menjadi aib terutama bagi isteri.

Beberapa bahkan memilih alternatif pengobatan mulai dari medis sampai herbal, modern sampai tradisional, hanya untuk membungkam stigma yang terlanjur ada dari zaman nenek moyang.

Stigma tersebut tak lain menyatakan bahwa isteri yang belum memiliki momongan setelah sekian tahun pernikahan dapat dikatakan mandul dan tidak reproduktif.

Berbanding terbalik dengan istilah childfree yang pertama kali digaungkan oleh seorang influencer wanita Indonesia.

Menurutnya memiliki anak bukanlah Amanah kecil yang diberikan Tuhan, tetapi amatlah besar sehingga membutuhkan kemantapan mental untuk merawat, mendidik dan membesarkannya.

Dimana seharusnya perawatan, Pendidikan, kasih sayang harus difokuskan pada anak, bukan semata-mata karena Hasrat orangtua yang menginginkan anaknya menjadi ini dan itu. Pernyataan tersebut dikuatkan oleh beberapa influencer dari kalangan artis, yang mana kepemilikan anak harus mempunya kesiapan lahir dan batin, bertanggung jawab atas kebahagiaan anak, serta tidak membebani salah satu pasangan.

Islam menganjurkan seseorang yang baligh; mampu secara fisik dan mental untuk menikah, bahkan salah satu syariat islam menganjurkan untuk menikahi wanita yang subur. Kata “subur” menjadi kata yang bermakna dapat dibuahi, artinya memiliki anak setelah adanya ikatan pernikahan antara pria dan wanita termasuk sunah Rasul. harapannya, doa anak yang soleh menjadi satu amal yang tidak terputus (jariyah) setelah ketiadaan orangtuanya, menjadi juru selamat untuk menghantarkan orangtuanya menuju surga.
Etika masyarakat dipengaruhi erat oleh budaya dan agama penganutnya.

Masyarakat Indonesia yang notaben beragama islam memegang syariat sebagai rujukan untuk menjalankan kehidupannya. Suami mencari nafkah dan istri mendidik anak.

Mempunyai anak setelah menikah merupakan kesempurnaan keluarga (rule model) dalam berumahtangga.

Ketiadaan anak menjadi salah satu factor keretakan keutuhan berumahtangga, karena anak dianggap sebagai pemersatu suami dan istri, keluarga suami dan keluarga istri, anak sebagai harapan pewarisa tahta, marga dan tradisi turun temurun. Lagi-lagi budaya dan agama yang tidak dapat didikotomikan membentuk etika masyarakat yang juga turun temurun, sakral dan tak terbantahkan.

Fenomena saat ini adalah tugas suami mencari nafkah, sedangkan tugas istri mendidik anak.

Aturan sakral yang harus diterima dan dijalankan oleh Sebagian masyarakat yang meyakininya, terutama masyarakat yang masih menjalankan kebiasaan dahulu. Pada kenyataanya banyak istri zaman now yang rela banting tulang membantu suami memenuhi kebutuhan hidup.

Kehidupan yang sulit ditambah dengan etika masyarakat yang kadang tak memihak terhadap istri menjadi beban mental tersendiri, dimana istri diibaratkan bendera belakang yang harus berkutat di dapur dan mendidik anak.

Dampaknya banyak kasus baby blues akibat dari tekanan mertua yang kadang ikut campur dalam mengasuh anak, ditambah lagi dengan pola hidup suami yang diklaim sebagai bendera depan akibat dari etika masyarakat yang dipengaruhi oleh budaya zaman dulu.

Muncullah para aktifis yang menyuarakan jeritan kaum wanita dengan dalih kesetaraan gender. Dimana wanita harus diperlakukan seadil-adilnya tanpa ada kesenjangan dengan lelaki (persamaan hak ).

Wanita mulai berani bersuara sampai detik ini muncullah istilah childfree yang terdengar asing dan melanggar etika masyarakat yang ada.

Berbagai kalangan elit sampai sederhana mulai menyuarakan pendapatnya; populasi manusia yang terus meningkat setiap tahun menjadikan banyak anak abai dari Pendidikan yang harusnya diterima, hak untuk memiliki dan mengandung anak sepenuhnya diberikan kepada wanita selaku objek utama, wanita mempunyai hak penuh terhadap tubuhnya bukan sebagai alat reproduksi, wanita banyak bekerja dan menghabiskan waktu diluar rumah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

Beberapa alasan mengenai childfree datang dari pribadi masing-masing yang tidak bisa dibantah, karena alasan tersebut adalah fenomena nyata.

Childfree menjadi salah satu pilihan yang hukumnya sunah karena agama islam sendiri tidak mewajibkan seluruh pasangan suami istri memiliki momongan, namun lebih pada anjuran.

Sebagai muslim yang baik hendaknya menyakini bahwa disetiap sunah nabi terdapat hikmah yang luar biasa yang tidak bisa dinalar dengan logika semata.

Sebagai observator saya ingin membuka mata para suami, bahwa para istri bukan terbuat dari tulang baja yang mampu memenuhi kebutuhan keluarga dan mendidik anak secara berbarengan.

Sudah saatnya sistem patriarki dihapuskan dalam kehidupan berumahtangga tanpa ada kesenjangan beban di salah satu pasangan. Memang pada hakikatnya mengandung, melahirkan dan menyusui merupakan merupakan kodrat para istri yang tidak bisa diembankan kepada para suami, namun fenomena sekarang banyak para istri yang membantu perekonomian suami, maka sudah selayaknya tugas mendidik tidak diembankan sepenuhnya pada istri.

Dibeberapa lingkungan masyarakat masih banyak sekali diyakini aib besar jika suami melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan dapur karena melanggar etika masyarakat, hingga datangnya bertubi-tubi gunjingan para tetangga jika hal tersebut terjadi.

Bahkan dapat dilihat Sebagian suami lebih memilih menghabiskan waktunya di kedai kopi dari pada menemani anaknya belajar di rumah.

Etika masyarakat yang telah mengakar tersebut sangat sulit dirubah ditambah dengan pemahaman minim suami baik dari segi Pendidikan formal maupun spiritual. Sudah tak ada andil dalam mendidik anak ditambah menuntut istri untuk memiliki sejumlah momongan.

Pada akhirnya childfree menjadi alternatif pilihan bagi sebagian istri dalam menjalankan kehidupan berumahtangganya. Wawlahua’lam…..

Admin : Iskandar Hasibuan,SE.

Komentar

Komentar Anda

  • Dina Sukandar

    Related Posts

    Ketua DPD KAI Sumut :  Masyarakat Mandailing Natal Harus Hormati Proses MK

    MEDAN(Malintangpos Online): Pengamat Hukum, Surya Wahyu Danil Dalimunthe mengatakan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK RI) merupakan hak hukum bagi peserta Pilkada. Sehingga menurutnya, proses ini dihormati oleh…

    Read more

    Continue reading
    P dan D DPO, Kapolres Madina Terus Memburu 2 Tersangka Cabul di Taman Raja Batu

    PANYABUNGAN(Malintangpos Online): Kapolres Mandailing Natal, AKBP.Arie Sofandi Paloh, S.H S.I.K, memaparkan penanganan kasus tindak pidana pemerasan dan perbuatan cabul di objek wisata Taman Raja Batu, Desa Parbangunan, Kecamatan Panyabungan, Kamis…

    Read more

    Continue reading

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.