KEWENANGAN Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terbatas sehingga tidak bisa menyentuh kepala desa (Kades), memposisikan pejabat ini sebagai aktor terbanyak korupsi anggaran desa. Anggaran desa di sini terdiri dari Dana Desa (DD), Alokasi Dana Desa (ADD), serta Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Berdasarkan catatan Indonesia Corruption Watch (ICW) dari 2016 hingga pertengahan 2017, terdapat 110 korupsi anggaran desa yang telah diproses oleh penegak hukum dan diduga melibatkan 139 pelaku
Jumlah kerugian negara yang ditimbulkan mencapai sedikitnya Rp 30 miliar. “Dari segi aktor, 107 dari 139 pelaku merupakan Kades,” kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana di Jakarta yang dikutip dari berita KOMPAS.Com.beberapa waktu yang lalu.
Menurut Kurnia, banyaknya Kades yang menjadi tersangka menunjukkan bahwa tak dilaksanakannya kewajiban mereka sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Pasal 26 ayat (4) UU Desa menyebutkan, Kades berkewajiban melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang akuntabel, transparan, profesional, efektif dan efisien, bersih serta bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme.
Makanya, hingga sekarang ini khusus untuk Kabupaten Mandailing Natal yang jumlahnya ratusan desa, dengan berbagai ragam, corak, warna telah membuat pro dan kontra ditengah-tengah masyarakat desa sejak tahun 2016 yang lalu, karena Kepala Desa(Kades) dalam mengelola anggaran banyak menabrak rambu-rambu, serta memperkaya diri dan ujungnya masyarakat melaporkan, mengadukan, demo dan langsung ke Bupati hingga jajaran lkainnya, namun hasilnya tetap berpihak kepada Kepala Desa (Kades).
Benarkah Kepala Desa Bisa Mempermainkan Hukum..? jawabnya tidak benar, hanya saja ada dugaan antara Kepala Desa (Kades) dengan sejumlah pihak melakukan MoU untuk tidak mengungkit-ungkit pengelolaan Dana Desa (DD), misalnya masalah pelaksanaan Bimtek, siapa aktor intelektutal yang mempermainkannya hingga akhir Desember 2019 baru-baru ini.
Karena, selama kurun waktu 2015 – 2019 Bimtek untuk Kades dan aparat desa sudah berkali-kali dilaksanakan dengan materi Bimtek berbeda-beda, khususnya dalam mengelola dan mempertanggung jawabkan Dana Desa (DD), tetapi hitungan jari Kepala Desa(Kades) yang mampu membuat SPJ maupun menyusun RAPBDes nya.
Informasinya diperoleh di Panyabungan, bahwa Kepala Desa (Kades) dan BPD memang sering tidak singkron, namun program Dana Desa(DD) selalu bisa dicairkan dengan Tanda Tangan Palsu (TTP) atau memang Kades mampu meyakinkan pihak kecamatan, kabupaten, hingga dalam pemeriksaan/pengawasan Inspektorat juga Kades mampu mengatasinya, tanpa diketahui oleh masyarakat desa nya, mari kita Bingung.
Kita ambil contoh, pengaduan masyarakat Desa Beringin Jaya Kecamatan Panyabungan Utara, yang terhair diterima oleh Bupati Madina Drs.H.Dahlan Hasan Nasution dirumah dinasnya, namun sampai awal Januari 2020 sekarang, yang namanya penyelesaian, jalan keluar pengaduan masyarakat, tidak juga ada akhirnya, alias sip so, kata orang Mandailing.
Padahla, warga Desa Beringin Jaya didampingi oleh Ketua BPD, tokoh masyarakat, sejumlah LSM dan Aktivis mapun Wartawan, lagi-lagi pengaduan warga tidak ada kejelasan, sehingga warga memutuskan untuk membuat Pengadilan sendiri, sebab justuru yang diterima masyarakat sekarang ini adalah Intimidasi dari pihak-pihak yang diduga dekat dengan Kepala Desa, mau bilang apalagi kita, mau kemana lagi diadukan, sedangkan ke Bupati Madina, juga hasilnya NOL ( Bersambung Terus)
Admin : Iskandar Hasibuan