PANYABUNGAN (Malintangpos Online) ” Sebagai halak Mandailing yang belasan tahun tinggal di perantauan, selama ini saya tidak mengenal pak Dahlan Hasan Nasution Bupati Madina, juga tidak memiliki informasi latar belakang dan rekam jejaknya. Tetapi ada sunnatullah, hukum semesta yang menentukan tiada manusia yang tahu apa yang pasti berlaku esok hari dan bagaimana hal itu terjadi. Maka tidak jarang kita dibuat heran oleh sesuatu yang kita alami atau terkejut oleh peristiwa di luar perkiraan sebelumnya. Pada saat yang sama suatu peristiwa di luar perkiraan tidak jarang membantu memahami hal-hal mendasar yang sejatinya merupakan bagian dari inti harapan kita.
Baru-baru ini saya mulak tu huta (pulang kampung) mengunjungi Bunda di Simangambat dan melihat perjuangan sahabat di Kampoeng Kaos Madina Panyabungan. Menjalani rangkaian pertemuan yang saya rencanakan dari Kota Batam, saya meminta perkenan Tuan Abdul Baits Nasution, Lc., MA., salah seorang Ulama di Madina, mendampingi saya silaturrahim dengan Bupati Madina. Tentu saya berharap dan membayangkan akan bertemu Bupati di Kantornya dan memperkirakan pembicaraan semi formal mengingat kehadiran saya didampingi oleh Ulama. Ternyata tidak demikian takdir berbicara.
Di luar harapan, di luar bayangan, dan di luar perkiraan, didampingi Ulama saya bertemu Bupati di Masjid Agung Madina sore hari menjelang Maghrib. Sore hari menjelang Maghrib di Masjid, adalah waktu yang terlalu singkat untuk mendiskusikan sesuatu yang penting dengan seorang Kepala Daerah. Ini tidak efektif, demikian benak saya mulai membangun keraguan. Tapi apa boleh buat untuk sementara hanya itu waktu yang tersedia. Setelah sedikit basa-basi saya langsung menyampaikan sesuatu tentang situasi Madina yang membuat saya risau dan memancing diskusi. Ibarat Penabuh Gordang Sambilan saya mainkan “Kudong-kudong”, Ulama menimpali dengan tabuhan “Manigai”, dan gayung pun bersambut oleh tabuhan “Jangat” Bupati. Di luar perkiraan diskusi mengalir efektif dalam kisaran waktu lima belas menit. Inti masalah yang membuat saya risau tentang situasi Madina sudah dikemukakan dan respon Bupati secara substantif telah membantu saya melihat torang-torang dangka (samar-samar) fenomena gunung es dari masalahnya.
Fenomena gunung es? Ya, torang-torang dangka tentang fenomena gunung es. Apa yang membuat saya risau ternyata hanya sedikit yang tampak di permukaan. Ada yang lebih besar dan mendasar di luar yang terlihat.
Lima belas menit telah berlalu, Maghrib semakin dekat, waktunya pisah. Tetapi Bupati belum mengizinkan, ada yang ingin ditunjukkan. “Just a moment” kata Bupati setengah membujuk. Rupanya ada sedikit waktu yang dapat dimanfaatkan untuk menuju Raja Batu, kawasan mungil yang disiapkan jadi sarana Olah Raga di tepi Aek Singolot dekat pintu masuk komplek perkantoran pemerintah kabupaten Madina.
Sekitar lima menit perjalanan dari Masjid Agung ke Raja Batu, pembicaraan dilanjutkan. Ini bukan lagi diskusi, sebab komunikasi kini satu arah. Bupati bertutur tentang Penghafal Al Qur’an, Pesantren, dan nilai adat yang menurutnya adalah kekuatan (keunggulan) asli Madina. Keunggulan ini sepatutnya menjadi tumpuan, menjadi penopang pembangunan. Untuk itu kegiatan Tahfidzul Qur’an dikembangkan, seni dan produk budaya dari rahim adat-istiadat Madina digalakkan, dan pada saat yang sama penguatan spirit olah raga dimulai. Bupati periode berikutnya diharapkan lebih mudah memajukan Madina sebab daerah kaya sumber daya alam yang dipimpinnya dihuni rakyat yang diterangi Kitab Suci dan berbudaya. “Oh, ini tentang pembangunan manusia”, benak saya merangkai simpulan. “Apakah itu realistis? Bukankah itu di luar harapan (ekspektasi) rakyat yang memilihnya? Apakah itu terekam dalam Kebijakan dan adakah dukungan finansial dalam APBD? Pahamkah SKPD tentang itu dan mampukah menerjemahkannya dalam Program?”. Kalau bukan karena diberitahu telah sampai di Raja Batu mungkin daftar pertanyaan yang rumit akan terus bergemuruh di benak saya layaknya ombak Singkuang di Pantai Barat Madina.
Di Raja Batu Bupati menunjukkan Sayuran berumur super singkat yang jenisnya akan dijadikan tanaman tumpang sari Kopi Unggul yang rencananya dibagikan kepada masyarakat pada tahun 2017. Di atas tanah yang masih dalam pematangan dengan deretan batu berukuran besar (Raja Batu) siap olah, Bupati bercerita singkat bagaimana gagasan tentang Raja Batu dan pemanfaatannya muncul. Sepuluh menit waktu berjalan dan Lima menit ke depan Maghrib akan tiba. Saya dan Ulama bergegas pamit dan meninggalkan Bupati ditemani beberapa Pejabat SKPD yang sepertinya dari semula menanti pimpinannya.
Usai sudah bertemu Bupati, tiga puluh menit lamanya. Tetapi fenomena gunung es yang terlihat torang-torang dangka teringat lagi. Jelas terlihat adanya kaitan dengan Tahfidzul Qur’an, dukungan terhadap seni dan produk budaya dari rahim adat-istiadat Madina dan penguatan spirit olah raga. Fikiran mengulang simpulan soal pembangunan manusia. Saya menemukan benang merah, ada hubungan diskusi di Masjid Agung yang memperlihatkan fenomena gunung es torang-torang dangka dengan cerita Bupati yang membuat saya membangun simpulan pembangunan manusia. Pembangunan infrastruktur yang gencar dilakukan sejak periode paling awal pemerintahan di Kabupaten Madina (bermula dari kepemimpinan pak Amru Daulay) memerlukan daya dukung keunggulan asli Madina. Masalah penegakan hukum, kerawanan sosial, narkoba, kemiskinan, maladministrasi dan korupsi, situasi pemanfaatan sumber daya alam seperti cadangan Emas dan Panas Bumi, serta lain-lain masalah yang membuat saya risau ada hubungan langsung yang mendasar dengan pembangunan manusia yang belum maksimal. Korea Selatan mengembangkan pembangunan manusia dengan pendekatan gizi dan kesehatan sejalan dengan pembangunan ekonomi. Jepang membangun ulang negaranya yang hancur oleh Perang Dunia II dengan membangun manusia melalui pendidikan komperehensif berbasis budaya. Gelisah dengan Jakarta hari ini, Calon Gubernur Anies Baswedan berhajat mengubah orientasi dari membangun kota menjadi membangun manusia.
Tiga puluh menit bersama Bupati menuntun saya pada simpulan membangun manusia sebagai pilihan mengurai masalah di Madina yang merisaukan. Dalam tiga puluh menit itu pula saya secara tak sengaja berkenalan dengan Visi membangun Madina bertumpu pada keunggulan asli dengan pendekatan pembangunan manusia yang akrab dengan Kitab Suci, sehat, dan berbudaya.
Akhirnya tidak salah untuk mengulang pertanyaan yang merasuki pikiran saya dalam sesi lima menit dari Masjid Agung ke Raja Batu. Apakah Visi membangun manusia demikian telah terekam dalam Kebijakan dan adakah dukungan finansial dalam APBD untuk itu? Pahamkah SKPD tentang itu dan mampukah menerjemahkannya dalam Program?
Tiga puluh menit tidak cukup untuk menjawab pertanyaan itu dan semoga Bupati tidak sendirian dengan Visinya di Madina.
Admin : Dina Sukandar