

Semua pemerintah daerah pasti memprioritaskan sektor kesehatan sebagai prioritas utama pembangunan daerah. Semua peserta pilkada pasti menjadikan isu kesehatan sebagai janji kampanye andalannya. Dan semua itu baru terwujud pada RPJMD saja, belum terwujud pada program nyata pembangunan, termasuk di dalamnya pemerintah Kabupaten Mandailing Natal.
Bisa kita lihat pada penyusunan rancangan APBD setiap tahunnya, berapa persenkah anggaran yang diserahkan ke Dinas Kesehatan, RSU Panyabungan dan RSU Husni Tamrin Natal ?
Memang ada dana DAK untuk sektor kesehatan tapi itu bukan APBD murni. Dana DAK itu dari APBN yang diserahkan ke pemerintah daerah. Memang ada dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) untuk puskesmas tapi dana BOK itu sumber dana APBN bukan dari APBD.
Dari postur APBD setiap tahun terlihat jelas tidak ada dukungan politik baik dari Bupati maupun DPRD untuk meningkatkan taraf kesehatan rakyat. Namun Bupati adalah jabatan politis bukan jabatan teknis.
Secara teknis penyusunan postur anggaran dan pembagi-bagian anggaran terletak di tangan Tim Anggaran pemda (TAPD). TAPDlah yang membagi-bagi anggaran kepada setiap SKPD. Seperti yang kita lihat anggaran terbesar justru berada pada Dinas PU dan Dinas Perkim.

Anggaran juga habis untuk menggaji pegawai honorer yang diperkirakan sudah menembus total anggaran 100 milyar atau 20 % dari belanja langsung APBD padahal mereka sebagian besar kerjanya tidak ada hanya duduk duduk saja.
Padahal orang masih bisa hidup walau tanpa jalan cor rabat. Orang masih bisa hidup tanpa jalan aspal beton. Tapi orang terancam kehidupannnya apabila obat-obatan tidak lengkap ketika sakit dirawat di rumah sakit.
Fasilitas ruang rawat inap kita sangat terbatas. Ambulans kita sangat sedikit. Belum semua Puskesmas memiliki fasilitas rawat inap. RSU Husni Tamrin yang tidak memiliki dokter spesialis sama sekali sehingga untuk pasien sakit berat harus dirujuk ke Panyabungan.
Masih banyaknya kebutuhan akan dokter spesialis tertentu yang belum ada sehingga dibutuhkan anggaran beasiswa dokter spesialis seperti spesialis mata, spesialis jantung, spesialis tulang, spesialis kulit, spesialis syaraf dan lainnya.
Seperti hari kamis bila kita lihat ke poliklinik mata jumlah pasien berjumlah ratusan semua orang yang sakit mata datang ke RSU Panyabungan berobat ke dokter spesialis yang hanya praktek di hari kamis itupun dokternya yang didatangkan dari RSU P.Sidempuan.
Berapa biaya yang bisa dihemat apabila RSU Husni Thamrin memiliki dokter spesialis. Belum lagi alat kesehatan yang sangat minim termasuk perawatannya. Instalasi cuci darah sampai sekarang tak siap-siap.
RSU Panyabungan dibangun pada masa orde baru sekitar tahun 1970an ketika itu Mandailing Natal belum menjadi kabupaten dan jumlah penduduk masih sedikit. Sekarang Mandailing Natal sudah menjadi Kabupaten dan jumlah penduduk sudah berlipat ganda dibanding tahun 1970an.
Sehingga fasilitas kesehatan pada RSU Panyabungan sudah tidak memadai lagi terutama jumlah ruang rawat inap. Memang ada beberapa penambahan ruang rawat inap yang memanfaatkan tanah ex SMP 1 namun penambahan ruangan tersebut tidak sebanding dengan penambahan jumlah pasien yang dirawat setiap hari. Sebagian lahan terpakai untuk perparkiran kenderaan.
Atas bantuan dari dana DAK maka tahun 2018 dibangunlah gedung baru rawat inap ibu dan anak di komplek perkantoran Payaloting dekat kantor Dinas PU. Gedung tersebut seharusnya membutuhkan biaya 35 milyar untuk fasilitas perawatan ibu dan anak untuk gedung 3 lantai namun anggaran yang tersedia pada waktu itu hanya 24 milyar dan dengan penuh semangat pihak RSU Panyabungan melakukan pembangunan gedung rawat inap ibu dan anak tersebut dengan kondisi setengah siap dan seharusnya diharapkan ada tambahan anggaran sebesar 11 milyar lagi di tahun 2019 di APBD.
Namun TAPD tidak menganggarkan tambahan dana untuk lanjutan pembangunan gedung rawat inap ibu dan anak tersebut. Kita tidak tahu apa yang ada di fikiran para pejabat penting di TAPD Madina namun yang pasti rakyat menilai bahwa TAPD madina tidak memiliki kepedulian pada sektor kesehatan rakyat.
Para pejabat penting TAPD Madina hanya sibuk rapat tiap hari di ruangannya entah apa yang dirapatkan tapi yang pasti mereka tidak pernah merapatkan tentang kebutuhan rakyat untuk fasilitas kesehatan.
Buktinya gedung rawat inap ibu dan anak yang letaknya di depan mata mereka tak pernah mereka tinjau dan fikirkan penyelesaiannya. Padahal Taman Raja Batu dan Taman Siri-Siri serta taman Sampuraga bisa diselesaikan dengan cepat, kenapa gedung rawat inap ibu anak tersebut tidak segera disiapkan ?
Akibatnya ketika wabah corona datang dan RSU Panyabungan membutuhkan ruang rawat inap tambahan untuk pasien ODP dan PDP Corona maka ruangan yang disediakan adalah ruangan BAGAS GODANG padahal kita punya gedung rawat inap ibu dan anak YANG SUDAH HAMPIR SIAP yang seharusnya anggaran 11 milyar lagi tidak sulit untuk menganggarkannya demi kesehatan rakyat padahal APBD Madina sebanyak 1,7 trilyun tentunya anggaran 11 milyar bukan sesuatu yang sulit untuk dianggarkan untuk menyelesaikan pembangunan gedung rawat inap ibu dan anak tersebut.
Oleh karena itu KITA PERLU MENGETUK HATI NURANI para pejabat penting TAPD Madina. Agar mereka sering-sering meninjau ke lapangan untuk melihat bagaimana kondisi RSU Panyabungan dan RSU Husni Thamrin dan agar mereka melihat langsung betapa mirisnya keadaan RSU kita itu.
Dan agar mereka juga meninjau gedung rawat inap ibu dan anak tersebut apakah gedung tersebut akan dibiarkan terus menerus seperti itu menjadi kandang kambing atau gedung tersebut akan diselesaikan melalui anggaran APBD 2021.
Manurut kami sudah waktunya gedung tersebut diselesaikan demi kesehatan rakyat banyak. Alihkan dulu sebagian anggaran dari Dinas PU dan Dinas Perkim dipindahkan ke RSU Panyabungan agar gedung tersebut bisa diselesaikan dan rakyat banyak bisa memanfaatkannya untuk pelayanan perawatan ibu dan anak.” Mudah-mudahan Allah SWT membukakan hati para pejabat TAPD yang sangat terhormat tersebut,” (Tim)
Admin : Iskandar Hasibuan