

INDONESIA Merupakan Negara kepulauan yang terdiri dari 17.000 Pulau yang terbentang dari Sabang sampai Marauke.
Beberapa diantaranya terdapat Pulau besar dan Pulau kecil yang dapat dihuni, bahkan terkenal sampai ke mancanegara sebagai tujuan turis asing untuk berwisata menikmati keindahan alamnya.
Bhineka Tunggal Ika merupakan lambang agung yang menggambarkan keberagaman Indonesia mulai dari agama, suku, etnis, budaya sampai pada penggunaan bahasa.
Dengan lambang agung tersebut dimaksudkan agar perbedaan dan keragaman yang ada di Indonesia menjadi warna warni dalam kehidupan bermasyarakat yang berdampingan, tanpa harus mempermasalahkan perbedaan yang ada.
Singkatnya, Bhineka Tunggal Ika menjadi pegangan hidup masyarakat Indonesia dalam melihat perbedaan yang ada.
Perbedaan agama, suku, etnis dan budaya di Indonesia, kerap kali menimbulkan gesekan berujung adu mulut, pertikaian antar dua orang sampai pada peperangan beberapa kelompok besar.
Keempat hal tersebut menjadi sangat sensitif jika bersinggungan langsung tanpa adanya pemahaman kebhinekaan tunggal ika oleh penganutnya.
Maka keempat hal tersebut wajib dijembatani oleh jalan tengah yang saat ini dikenal dengan istilah “moderasi”.
Dengan pemaknaan kata tersebut dalam diri setiap pemeluk agama, etnis, suku dan budaya diharapkan dapat menyampingkan egosentris yang ekstrem demi mempertahankan eksistensi apa yang diyakini dan djalani dalam kehidupan setiap individu.
Beberapa dampak ketidakmaknaan moderasi dalam setiap individu memunculkan hal-hal yang mebahayakan disertai dengan kekerasan fisik maupun non fisik, mulai dari pembakaran fasilitas beribadah, saling mengolok-olok antar etnis yang berbeda, peperangan yang dipicu adu mulut argumentasi yang berbeda, mengasingkan orang yang berbeda dari kebiasaanya, hanya demi mempertahankan apa yang dianut dan dijalaninya.
Dampak tersebut tidak hanya terjadi dalam skala besar, akan tetapi juga dalam skala kecil seperti dalam dunia pendidikan yaitu sekolah dan kampus.
Beberapa perundungan/ bullying lumrah kita dengar dan lihat secara tidak sadar sebagai penolakan daripada perbedaan yang ada.
Bullying bukanlah kata asing yang sering terdengar di telinga kita, bahkan beberapa kasus bullying sering menjadi topik media lokal bahkan internasional, baik dari lingkungan terkecil seperti sekolah, kampus, kantor, bahkan merambat pada kehidupan sosial dalam bermasyarakat.
Beberapa kasus bullying bahkan luput dari penindakan tegas oleh pihak-pihak berwenang sehingga menyebabkan kasus yang sama terulang dan pelakunya dibebaskan dengan kata “damai”.
Melansir dari kompas.com tanggal 24 Juli 2022, berdasarkan data KPAI pada tahun 2022 terdapat 226 kasus kekerasan fisik, psikis termasuk bullying.
Aksi bullying terjadi lantaran adanya perbedaan di luar kebiasaan pada umumnya.
Bullying dapat berupa kekerasan secara fisik maupun non fisik yang dapat mempengaruhi psikis seseorang dalam jangka waktu panjang maupun pendek, yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang kepada orang yang di anggap lebih lemah dan tidak mampu melindungi dirinya.
Bullying sebagai istilah yang cocok disematkan pada perilaku agresif dengan kekerasan yang spesifik dengan tujuan untuk menyakiti dan mengganggu untuk kepuasan semata.
Candaan yang seringkali terlontar sebagai gurauan semata bahkan tanpa disadari dapat menyela dan mendeskriminasikan seseorang sehingga berujung pada aksi balas dendam (kekerasan) di kemudian hari.
Nahasnya, kebanyakan korban bullying justru lebih memilih untuk diam dan memendam tekanan batin dalam jangka waktu panjang sehingga berujung pada aksi bunuh diri.
Beberapa kasus bullying terjadi di kalangan akademisi masih hangat dalam ingatan kita. Tahun 2017 dimana kita pernah digegerkan dengan aksi bullying yang terekam oleh video dalm durasi sekian menit, dimana kejadian tersebut terjadi di salah satu Universitas Gunadarma, dimana terdapat salah satu mahasiswa disabilitas yang menjadi bahan tertawaan para rekan sekelasnya karena aksi salah satu mahasiswa yang menarik tasnya.
Beruntung korban berhasil melepaskan genggaman kawannya dan melemparkan tong sampah sebagai upaya pembelaan diri.
Bahkan baru baru ini, terdapat aksi bullying ekstrim yang terjadi di universitas yang sama, dimana mahasiswa beramai-ramai mempertontonkan aksi tak senonoh terhadap salah satu mahasiswa yang konon kedapatan berbuat asusial terhadap temannya, salah satunya dengan cara mengikat korban di pohon dan mencekokinya dengan air seni di depan khalayak ramai.
Aksi bullying kerap kali dilakukan di depan khalayak ramai baik untuk memancing perhatian, aksi balas dendam masalah pribadi, bahkan untuk memperlihatkan eksistensi si pelaku.
Aksi bullying tidak luput dari pada pengaruh negative penggunaan media sosial yang kurang bijak, terlebih pada remaja atau mahasiswa dalam rentan umur yang masih terbilang belia (ABG).
Beberapa media online mempertontonkan perkataan dan perilaku yang tidak senonoh untuk menarik perhatian penonton demi komersialisasi atau keuntungan pribadi.
Remaja yang masih dalam tahapan mencari jati diri dengan rasa ingin tahu yang tinggi, memicu untuk melakukan hal yang sama tanpa berfikir hal tersebut justru akan melukai fisik maupun psikis orang lain.
Fenomena bullying tidak boleh luput dari pihak-pihak terkait terutama di dunia akademisi seperti sekolah dan kampus. Peran pendidik dan orang tua sangat diperlukan.
Bukan hanya memberikan pengetahuan semata, akan tetapi bagaimana memaknakan norma dalam diri anak sedini mungkin, baik norma yang berlaku dalam kehidupan sosial masyarakat sampai pada norma personal seperti pengendalian diri dalam menyikapi setiap hal dan situasi yang ditemui.
Dengan begitu setiap anak mempunyai benteng dan kesadaran diri sebelum bertindak melakukan sesuatu terhadap dirinya dan orang lain.( Bintang Rosada)
Penulis : Bintang Rosada, Dosen STAIN Mandailing Natal,Sumatera Utara
Admin : Dita Risky Saputri.SKM….