PENGHIANAT dan BENALU

Iskandar Hasibuan(Penulis)

Ada banyak cerita tentang penghianatan. Paling terkenal mungkin Yudas, yang menjual kepercayaannya dengan 30 keping perak. Di India, ada Mir Jafar, yang untuk ambisinya meraih jabatan tertinggi, ia merancang penghianatan terhadap kerajaan, dengan bersekongkol dengan Inggris, musuh bangsanya sendiri.

Cerita tentang penghianatan adalah cerita tentang membuka simpul kesetiaan kepada komitmen bersama. Politik bisa jadi menghalalkan segala cara, karena kepentingan bisa berubah-ubah seperti arah angin. Tapi ikatan komitmen selalu dipelihara politisi manapun yang memelihara kesantunan. Bahkan komiten dengan lawan politik sekalipun, adalah kesemestian yang harus dipelihara. Karena itu ada aturan tentang tawanan perang, dan lain-lain. Sebab kesantunan adalah karakter peradaban luhur, baik sebelum maupun sesudah ilmu politik ada.

Soekarno misalnya, ia teguh pada komitmen kemerdekaan dari Jepang di Saigon, musuh politiknya. Ia teguh pada keputusan BPUPKI yang sudah merancang semua konsep peralihan kekuasaan menuju bangsa merdeka. Sampai pada Peristiwa Rengasdenglok, ketika para pemuda menculiknya dan mengabarinya bahwa moment kemerdekaan harus saat itu, bahwa kemerdekaan harus bersih dari fasisme Jepang. Dan memang kemerdekaan itu akhirnya diterima bersama sebagai hal yang semestinya. Bahkan setelah merdeka, ia tetap teguh pada prinsip dan komitmennya, sekalipun taruhannya ia harus tumbangkan dari kekuasaan, dikucilkan, direndahkan martabatnya, dan lain-lain.

Sengkuni mungkin tokoh paling licik dalam kisah Mahabrata. Ia belum tertandingi popularitasnya. Ketika ia mengasuh 100 orang anak-anak kurawa, sepanjang hidup yang dilakukannya adalah menumbuhkan kebencian terhadap Pandawa. Ia terutama meracuni pikiran Duryudana, kakak tertua dari Kurawa. Sialnya lagi, Sengkuni adalah penasehat Duryudana di Kerajaan Hastinapura. Ia bahkan sanggup memancing emosi Pandawa untuk menggadaikan Drupadi, istri mereka, dalam arena juni Bale Sigala-gala. Dan itu memicu perang terbesar, Barathayuda.

Cerita tentang perang memang selalu berkaitan dengan kesetiaan dan penghianatan. Itu juga yang menyebabkan musnahnya Kerajaan Padang Garugur dalam sejarah kerajaan Mandailing. Betapa perang yang seharusnya dimenangkan Sutan Parampuan itu, akhirnya kalah telak, karena panglimanya, Baruang Sodandangon, menyeberang ke pihak musuh. Dan itu membuat kerajaan Padang Garugus hilang tak berbekas.

Kisah tentang Sengkuni sekaligus catatan tentang benalu di Kerajaan Hastinapura. Tentu karena ia mengambil keuntungan dengan kedudukan yang terhormat sebagai penasehat Duryudana. Dan dengan kedudukan itu juga ia meracuni raja untuk mengambil sikap-sikap yang menggrogoti kebesaran Pandawa, sekaligus menguntungkan dirinya. Benalu memang menggiring kehidupan inangnya sesuai konsep keberlangsungan hidup spesies benalu. Pada akhirnya benalu akan mematikan inang, karena ia menyedot semua keuntungan dari sirkulasi makanan.  Tragisnya, ketika inangnya mati, ia sekaligus juga mati, karena benalu tak punya akses ke sumber makanan.

Benalu nyaris sama dengan konsep pengianatan. Ia awalnya tumbuh kecil, lalu makin besar. Tapi sebagaimana kekuasaan, selalu cenderung untuk menjadi surplus. Benalu mengambil pertumbuhan inang, seolah-olah ia tampak makin kuat berakar, tapi sebenarnya ia tanpa sadar juga mematikan dirinya sendiri saat inang tempat tumbuhnya menjadi mati.

Sengkuni itu legenda, tokoh wayang paling populer, tapi dari sisi keburukannya. Sengkuni adalah personifikasi manusia yang penuh kelicikan, kebusukan dan kejahatan, dan antagonis sejati. Tangkas, pandai bicara dan banyak akal, dan itu dimanfaatkannya untuk memfitnah, menghasut dan mencelakakan orang lain. Karena itu ia menjadi acuan dalam karakter terburuk dalam pola asuh kebudayaan tradisional. Karena itu, di Jawa misalnya, setiap orang harus marah ketika mereka dipersonifikasikan sebagai tipikal Sengkuni.

Dalam sejarah kepartaian, peran-peran sengkuni itu juga sering terjadi. Betapa banyak partai yang sedang tumbuh lalu menjadi kerdil karena penghianatan-penghianatan itu. PPP misalnya, di masa Orde Baru kenyang dengan pengalaman itu. PNI, cikal-bakal partai PDI-P juga mengalaminya masa awal Orde Baru. Itu membuat PDI waktu itu menjadi partai kerdil. Itu semua pelajaran tentang penghianatan yang akhirnya hanya akan mengerdilkan inang tumbuhnya( Bersambung/Iskandar Hasibuan)

Admin : Dina Sukandar Hasibuan,A.Md

Komentar

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.