Entah betul atau tidak, informasinya selama ini kalangan dewan terkesan membiarkan rancangan anggaran yang dibuat jajaran pemkab. Tidak tahu, apakah ada kerja sama atau bargaining antara legislatif dan eksekutif, atau disebabkan kekurangpahaman para wakil rakyat mengkritisi setiap mata anggaran.
Ketiga, fungsi pengawasan, yaitu dewan memiliki fungsi utama sebagai pengawas dan juga pemantau setiap pelaksanaan peraturan daerah yang sudah disepakati bersama antara legislatif dan eksekutif. Juga mengawasi penggunaan anggaran yang sudah disahkan.
Sangat jarang kita dengar anggota dewan mengkritisi proyek pembangunan fisik yang dibiayai APBD. Sama hal seperti di atas, ini juga bisa jadi karena mereka kurang paham mengenai pembangunan fisik, atau disebabkan dewan juga terlibat main proyek. Semoga tidak seorang pun anggota DPRD Madina yang ikut “melacur” jadi pemborong.
Selanjutnya, masih ada beberapa tugas dan wewenang anggota dewan, di antaranya: memberi persetujuan pemindah tanganan aset daerah; melaksanakan pengoperasian dan penyerapan anggaran daerah; menyerap, menghimpun dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat; serta melaksanakan tugas serta wewenang lain yang diatur dalam undang-undang.
Semua tugas dan fungsi dewan itu sejatinya dibahas secara lisan, atau pakai suara. Pada saat proses pembahasan dengan pihak eksekutif, dewan harus bisa mengutarakan kajian dan hal-hal yang menurutnya perlu dikoreksi. Sepintar apa pun seorang anggota dewan, jika dia tidak bisa menyampaikannya pada saat forum pembahasan tentu tidak ada guna.
Anggota dewan tidak harus pintar. Tapi perlu figur-figur yang paham peraturan/perundang-undangan agar argumen yang disampaikan memiliki landasan hukum. Wakil rakyat mesti berwawasan luas, peka membaca keinginan masyarakat, jeli menangkap aspirasi yang berkembang, serta punya naluri merasakan jeritan rakyat. Yang utama, harus ada komitmen dalam diri seorang dewan agar ia mampu menjalankan amanah yang dititipkan konstituen.
Untuk menyampaikan aspirasi itu pada rapat rapat pembahasan, tentu harus bicara. Memberi pemaparan dengan argumen yang pas dan dapat diterima rekan sendiri sesama dewan serta pihak eksekutif.
Bagaimana cara meyakinkan eksekutif dan pihak-pihak lain dalam rapat itu,disitulah perlu kemampuan seorang anggota legislatif. Jika tidak bisa bicara meyakinkan pihak lain, maka keberadaan si wakil rakyat bisa disebut, “laskar tak beguna” atau istilah Mandailing, “pabahat-bahat pinggan basuon.” Hanya duduk, diam, lalu teken. Bahkan, bisa jadi dia tidak paham obyek yang sedang dibahas.
Kalau kenyataannya begitu, masyarakat tidak perlu berharap banyak terhadap kinerja mereka. Karena dewan hanya dijadikan pemkab sebagai corong menyampaikan, “setuju…” dan “tukang ketok palu” terhadap setiap rancangan yang mereka dibuat. Tidak ada pembahasan yang siginifikan, dan tidak ada yang mengkritisasi setiap usulan eksekutif.
Beberapa kali kita melihat pengesahan APBD atau LKPJ (Laporan Keterangan Pertanggung jawaban) bupati hanya dibahas beberapa hari. Jika materi yang disampaikan eksekutif sampai setebal sekitar 10 cm, misalnya, sangat tidak mungkin bisa dibahas secara detail dengan waktu hitungan jam.
Wajar kalau rakyat menduga pembahasan tersebut hanya sekadar formalitas, kecuali para anggota dewan malaikat berwujud manusia. Apakah penyampaian RAPBD yang hendak dibahas ketika waktu deadline (sesuai ketentuan peratutran perundang-undangan) sudah dekat sebagai strategi agar usulan itu tidak dibahas secara detail, wallahu a’lam.( Bersambung)
Admin : Siti Putriani Lubis