Drama perjuangan “Laskar Djembatan Merah” dipentaskan di Taman Raja Batu hari ini, Selasa (15/8). Drama yang dikemas apik oleh Sanggar Seni “Djeges Art” itu berdurasi sekitar 55 menit. Drama ini dipersembahkan oleh ibu-ibu PKK Kabupaten Mandailing Natal untuk memeriahkan HUT Kemerdekaan RI ke-72 tahun 2017.
Drama ini berlatar belakang sejarah perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Terutama tentang kisah-kisah heroik seputar berbagai lokasi pertempuran di wilayah Kabupaten Mandailing Natal. Djembatan Merah misalnya, sering disebut-sebut menjadi salah satu ikon perlawanan terhadap Belanda di masa Perang Kemerdekaan. Sayangnya, kisah-kisah heroik itu tidak pernah terpublikasikan, baik melalui penulisan sejarah, maupun melalui karya seni. Atas dasar itu, Askolani Nasution menulis naskah drama “Djembatan Merah”. “Kalau semua kisah-kisah kepahlawanan itu tidak pernah dipublikasikan, lama-lama nanti akan hilang dari ingatan sejarah kita,” kata Askolani Nasution.
Selain itu, menurutnya, begitu banyak orang mati dalam perang kemerdekaan kita, termasuk di wilayah Mandailing Natal, yang tidak tercatat dalam sejarah kebangsaan kita. Mati begitu saja, dikubur begitu saja di tempat yang tidak selayaknya untuk para pejuang kemerdekaan. Mereka berperang dengan tulus, tanpa imbalan, tanpa gaji. Hanya rasa nasionalisme saja yang mendorong para pemuda ketika itu untuk mengangkat senjata, senjata apa saja. Dan semua itu tidak semua terdokumentasikan. “Itu yang membuat kami mengangkat kisah kepahlawanan ini,” lanjutnya.
Drama “Laskar Djembatan Merah” bersetting sejarah pada masa Perang Kemerdekaan 1945-1949. Ketika itu banyak laskar-laskar perjuangan yang membentuk kesatuan sendiri dengan pangkat sesuka hati. Di kawasan Mandailing Natal, laskar itu juga ada yang berbasis di Jembatan Merah, tepat di tugu persimpangan jalan Kotanopan dan Natal.
Diceritakan bahwa tokoh utama, Ucok, pemimpin Laskar Jembatan Merah, adalah bekas Maling. Karena itu, ibunya pun tidak percaya kalau Ucok sekarang telah menjadi pemimpin laskar gerilya. Suatu hari, laskar itu menangkap Sakdiyah, karena dikira sebagai mata-mata Belanda. Tapi Ucok kemudian jatuh cinta kepada Sakdiyah. Ucok yang bertemperamen tegas dan pemarah ternyata memiliki hati yang lembut. Selain itu, kematian Sangkot, anggota laskarnya, ternyata sangat membuat sedih Ucok. Apalagi Sangkot meninggalkan anak kecil. Pidato Ucok saat melepas mayat Sangkot, menunjukkan kehalusan perasaan Ucok. Itu yang membuat Sakdiyah menyukai Ucok.
Sakdiyah diperankan oleh Ny. Ika Desika Dahlan Hasan Nasution. Ini drama keduanya setelah akhir bulan Juli yang lalu bermain dalam drama “Multatuli”. Pemain lainnya adalah Bob Dimas, Ervin Nasution, Nenny Juliani Rahmad, Layana Nasution, Ulan Gustina, dan para anggota-anggota Satpol PP Madina. Hanya berlatih kurang lebih sembilan hari, drama ini akhirnya dapat dipentaskan untuk memeriahkan ulang tahun kemerdekaan Indonesia ke-72 ini.
Selain menghibur, tentu kita berharap agar pementasan ini dapat membangkitkan semangat juang bagi para penonton. Sebab, ulang tahun kemerdekaan jangan hanya sebatas seremoni upacara saja, tetapi semestinya mampu membangkitkan perasaan senasib sepenanggungan sebagai satu bangsa(Red)
Admin : Dina Sukandar Hasibuan,A.Md