

SELAMA Lima tahun anggaran Dana Desa (DD) untuk wilayah Kecamatan Hutabargot Kabupaten Mandailing Natal, belum menunjukkan perbaikan ekonomi bagi masyarakat setempat, sebab pengelolaan Dana Desa selama tahun 2015-2018 Menegemennya hanya menegemen Kepala Desa, sebab mayoritas dana atau pagu anggaran proyek yang dikelola Mark Up, karena itu saatnya Polisi turun tangan untuk menyelematkan APBN.
Kenapa..? Program Dana Desa(DD) yang dikelola oleh Kepala Desa secara langsung masih lebih dominan membangun jalan setapak/Rabat Beton, padahal pembangunan seperti sangat tidak menguntungkan bagi perekonomian masyarakat, apalagi hanya bangunannya disekitar desanya saja, tapi Kades sudah bangga karena ke rumah sandalnya nggal berlumpur lagi.

Padahal, bayangkan sejak Ir.Joko Widodo – Jussuf Kalla menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI yang namanya Anggaran dana desa terus mengguyur sekujur 74.954 desa se Indonesia, termasuk desa di Kecamatan Hutbargot Kab.Madina Sumatera Utara.
Total dana desa sejak 2015 dan hingga 2019 sudah mencapai Rp 257 triliun. Rinciannya, pada 2015 senilai Rp 20,7 triliun, pada 2016 mencapai Rp 47 triliun, pada 2017 mencapai Rp 60 triliun, pada 2018 mencapai Rp 60 triliun, dan pada 2019 mencapai Rp 70 triliun.
Namun, dana sebesar itu tak semuanya mulus ke turun ke desa; sebagian dihisap para koruptor. Baru-baru ini koran nasional dan lokal mengungkap isu korupsi dana desa. Data yang disorongkan ICW menyebutkan, tercatat sedikitnya sudah ada 181 kasus korupsi dana desa dengan 184 tersangka korupsi dengan nilai kerugian sebesar Rp 40,6 miliar.
Lima besar tingkat korupsi menyangkut infrastruktur dan non infrastruktur terjadi pada berbagai sektor. Yakni, dana desa, pemerintahan, pendidikan, transportasi, dan kesehatan. Korupsi sebagai penyakit mental yang acap kambuh bahkan menular tak cuma di Jakarta, bahkan sudah menggerus desa.

Kita tak habis pikir, tak sedikit sosialisasi dan kampanye antikorupsi. KPK, Saber Pungli, Satgas Dana Desa, dan aparat penegak hukum lain selalu gencar meluncurkan upaya-upaya pencegahan, maupun penindakan yang berakhir lewat operasi tangkap tangan (OTT).
Berbagai demo menuntut pejabat mundur karena diduga korupsi terjadi di mana-mana. Ribuan buku, artikel, juga opini para akademisi dan pakar berseliweran di toko buku, perpustakaan, dan rak-rak buku bahkan di meja kerja kita tampaknya tak membuat si serakah tiarap mencuri uang rakyat desa.
Kalau melihat ke belakang, justru praktik penyimpangan ini dilakukan mereka yang punya stempel terpelajar atau intelek. Mereka tahu dan paham betul aturan mainnya, tapi mungkin mereka juga lebih tahu cara menyelinap dan mengambil dana untuk memuaskan diri dan kelompoknya.
Mengapa koruptor baru selalu lahir meski ancaman hukuman denda dan penjara mengintai? Barangkali fenomena banyaknya pelaku korupsi mengindikasikan ringkihnya pelaku dana desa dalam pertanggungjawabannya.
Data praktik korupsi dana desa, masih versi ICW, menunjukkan: tahun 2015 (17 kasus), tahun 2016 (41 kasus), tahun 2017 (96 kasus), dan tahun 2018, yakni medio semester I (29 kasus). Kumulatif hingga saat ini sedikitnya ada 141 orang kepala desa tersangkut kasus korupsi dana desa yang semuanya menjadikan anggaran desa sebagai objek yang rentan dikorupsi.
Merujuk angka-angka di atas semakin menegaskan masifnya korupsi dana desa. Pertama, nihilnya rasa memiliki oleh warga atas desa tempat lahir dan huniannya. Hal ini karena warga kerap mengalami kekecewaan, tidak puas terhadap kinerja elite desa (kepala desa dan perangkatnya), sehingga elite ini lebih leluasa menilap uang rakyat dengan virus dan vaksin ketidakjujuran yang selalu ramah padanya.
Kedua, gaya hidup aktor-aktor pemerintah desa. Merangseknya dunia hiburan yang menjangkau desa dan infrastruktur yang memudahkan akses ke kota secara langsung atau tidak juga menyokong praktik korupsi dana desa. Selain gaya “borjuis” dan “amtenar” para perangkat desa, mereka acap melakukan malpraktek dengan membuat dobel anggaran pada satu titik proyek. Misal sudah didanai APBN, tapi juga di-cover (fiktif) melalui APBD.( Bersambung )
Liputan : Aris Munandar
Admin : Siti Putriani Lubis