Oleh: Arif Naldi…
Desa sebagai entitas terkecil dari sistem pemerintahan Republik Indonesia selalu menjadi isu yang menarik untuk di bahas. Sejak lahirnya UU Desa No 6 Tahun 2014, memberikan harapan baru terhadap desa dan semakin memperkuat posisi desa sebagai ujung tombak pembangunan nasional.
Upaya pembangunan desa dengan alokasi APBN yang kemudian di sebut sebagai dana desa telah dialokasikan sejak tahun 2015 setiap tahun hingga saat ini.
Semangat pembangunan desa yang didukung oleh program dana desa diharapkan bisa untuk menyelesaikan permasalahan ekonomi, sosial dan budaya di desa.
Pemerintah melalui Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Teringgal , dan Transmigrasi mengklaim bahwa Dana Desa telah dirasakan manfaatnya oleh masayarakat desa, namun faktanya dampak manfaat dana desa belum dirasakan secara optimal.
Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara pada tahun 2019 merilis persentase kemiskinan sebesar 9,11 persen di Kabupaten Mandailing Natal dan merupakan uratan ke dua tertinggi di wilayah Tapanuli Bagian Selatan (TABAGSEL).
Kemiskinan tersebut tersebar di 377 desa dan 27 kelurahan yang ada di Mandailing Natal.
Serapan alokasi dana desa terbesar pada umumnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur jalan desa, gapura, pagar sekolah, jembatan dan lain-lain, secara ekonomi hanya dapat dirasakan dalam jangka waktu yang lama.
Dampak ekonomi yang dirasakan pada waktu yang lama akan menurunkan kualitas nilai bangunan dan kualitas manfaat. Pembangunan desa seyogyanya tidak hanya berfokus pada pembangunan infrastruktur namun juga harus memperhatikan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang merupakan bagian dari indikator kemiskinan.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Mandailing Natal pada tahun 2019 berada pada angka 66,52, posisi kelima dari 33 kabupaten/kota dan cukup memperthatinkan di Provinsi Sumatera Utara.
Pembangunan manusia yang rendah juga menyebabkan kualitas kinerja yang rendah dan meningkatnya angka penggangguran. Tingkat pengangguran terbuka di Kabupaten Mandailing Natal cenderung stagnan setiap tahunnya selama periode 2015-2018 dan mengalami peningkatan pengangguran pada tahun 2019 sebesar 1.96 persen dibandingkan tahun 2018 sebesar 4.43 persen (BPS Mandailing Natal, 2020).
Desentralisasi fisikal di tingkat desa, diharapkan untuk mendorong peningkatan pelayanan publik dan pembangunan ekonomi di tingkat desa, namun yang terjadi adalah sebaliknya yakni dalam euforia dana desa banyak memunculkan “raja-raja kecil” di desa.
Ketidakmampuan kapasitas institusional lokal menjadi penghambat untuk mencapai hasil yang diharapkan. Kebijakan pengelolaan dana desa tidak jarang menimbulkan fragmentasi antar desa sehingga urusan pembangunan desa perlu dikelola secara bersama antara beberapa desa untuk meningkatkan sinergisitas pembangunan desa secara spasial.
Arah Bumdes dan Dana Desa
Menurut Peraturan Pemerintah No 11 Tahun 2021 Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) adalah badan hukum yang didirikan oleh desa dan/atau bersarna desa-desa guna mengelola usaha, memanfaatkan aset, mengembangkan investasi dan produktivitas, menyediakan jasa pelayanan, dan/atau menyediakan jenis usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
Pencapaian keberhasilan dalam pemberdayaan maka diperlukan usaha-usaha yang mengarah pada pendekatan pemberdayaan yang salah satunya adalah The Welfare Approach: Pendekatan manusia yang tidak mengarahakan masyrakat dalam menghadapi proses politik dan kemiskikan, tatapi memperkuat masyarakat untuk berdaya yang dilatarbelakangi oleh potensi lokal yang dimiliki oleh masyarakat.
Bumdes sebagai kelembagaan desa seharusnya didorong untuk mengelola potensi sumberdaya desa untuk kepentingan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di Mandailing Natal.
Alokasi dana desa dalam undang-undang desa selain dilaksanakan pada aspek penyelenggaraan pemerintah, pembangunan infrastruktur, dan pembinaan masyarakat juga dianggarkan pada aspek pemberdayaan masyarakat desa. Usaha-usaha pemberdayaan dengan pemanfaatan potensi desa baik sumberdaya alam dan sumberdaya manusia harus di atur dangan kelembagaan Bumdes dengan lebih serius lagi.
Pada dasaranya anggaran pemerintah bersifat terbatas sedangkan kebutuhan bersifat tidak terbatas sehingga kesempatan untuk memanfaatkan dana desa menjadi peluang bagi desa melakukan investasi untuk mengelola usaha-usaha ekonomi melalui pembangunan Bumdes saat ini.
Bumdes Sebagai Motor dan Agensi Desa
Kepala Desa sebagai pimpinan struktural tertinggi di desa sesognya harus memiliki visi dan misi untuk menjadikan Bumdes sebagai lembaga ekonomi desa.
Melihat pentingnya Bumdes dalam mendorong pertumbuhan ekonomi desa maka diperlukan upaya keseriusan dari Pemerintah Daerah dan Pendamping Desa di setiap tingkatan untuk mengajak masayrakat berpartisipasi secara luas dalam menentukan arah dan tujuan usaha-usaha bisnis yang mereka kehendaki.
Keterlibatan masyarakat tersebut membuka peluang untuk memperbaiki ekonomi dalam bentuk produksi barang dan jasa.
Pembangunan Bumdes dalam jangka panjang dapat berperan sebagai nadi perekonomian desa, sehingga desa-desa berdaulat dan tidak ketergantungan terhadap keuangan daerah secara ekonomi. Dari hal tersebut, dikarenakan transmisi bisnis Bumdes berdampak sebagai sumber pendapatan terhadap APBDes sehingga kedepannya desa berdaya kuat secara ekonomi dan mandiri secara keuangan sehingga bisa melakukan pembangunan desa dengan sendiri.
Strategi Mengelola Sumber Daya Manusia
Sebagai pilar ekonomi, fokus pembangunan Bumdes tidak hanya melihat modal usaha yang besar dan pruduk barang dan jasa semata, namun juga harus memperhatikan sumberdaya manusianya (SDM)nya.
Konsep pemberdayaan ekonomi yang ditawarkan oleh Bumdes, kadangkala belum sepenuhnya mampu di serap dan dipahami oleh pemerintahan desa dan masyarakat. Sebagai pelaku usaha maka keterlibatan aktif ppemerintahan desa dan masyarakat harus didukung oleh pengatahuan dan pemahaman terkait Bumdes dan startegi bisnisnya. Penggalian kemampuan potensi SDM masyarakat desa melalui pengelolaan unit-unit usaha dengan menajemen yang baik, berdampak pada kepercayaan diri untuk belajar memperbaiki apa yang menjadi kekurangannya.
Bumdes yang berkembang dan maju tidak terlepas dari orang-orang yang berkerja dengan motivasi dan semangat yang tinggi didalamnya. Pemilihan pengurus Bumdes dibutuhkan perencanaan SDM berdasarkan kebutuhan dan kemampuan yang dimiliki oleh masyarakat sehingga capaian dan sasaran program dapat terwujud. Mondorong kegiatan pelatihan terhadap pengurus Bumdes dan pendampingan oleh pihak-pihak yang berkompeten sampai Bumdes berhasil sangat diperlukan dalam mewujudkan Bumdes yang berkembang dan Maju.
Penulis : Arif Naldi
Pengamat ekonomi Desa
Alumni Pascasarjana Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah Dan Pedesaan. IPB.
Admin : Dita Risky Saputri ,SKM.