Sekilas Tentang Berdirinya Ikatan Pemuda Mandailing.

Dalam beberapa bulan terakhir, banyak postingan khususnya di media sosial Facebook mengenai apa itu Ikatan Pemuda Mandailing atau disingkat dengan IPM.

Postingan yang dijadikan baik untuk hastag ataupun sebagai unggahan dari akun per/orangan terkait seputar IPM tersebut. Selain itu IPM juga beberapa kali sudah menjadi narasumber dalam pemberitaan di berbagai media massa.

Bagi IPM bahwa Pemuda Mandailing berkewajiban sebagai sosial kontrol serta berhak berbicara bahkan bertindak dalam menyikapi berbagai kemelut yang berhubungan dengan Mandailing atau yang terjadi di Mandailing Natal khususnya.

Sikap tanggap dari pemuda yang tergabung dalam IPM menjadi sinyal elemen kuat bahwa tingkat keseriusan untuk pembentukan wadah komunikasi bagi pemuda-pemudi Mandailing begitu tinggi.

Sedikit mengulas tentang cikal bakal berdirinya IPM, kita beralih sejenak ke tahun 2017. Ada kelompok pemuda Mandailing yang turut memprakarsai suatu gerakan dengan topik “Mandailing Bukan Batak” yang bersinergi dengan barisan adat dan Masyarakat Mandailing Natal.

Hasilnya, gerakan tersebut sukses dan berpengaruh dalam mempertegas kembali eksistensi dan garis garis kesukuan Mandailing yang besar tanpa ada embel-embel batak.

Tak hanya itu, di tahun 2020 lalu kembali ada gerakan lanjutan dengan tema serupa. Yakni, sejumlah kelompok pemuda dengan menggandeng sederet nama tokoh dari Mandailing yang berdomisili di Medan dan sekitarnya, untuk menggalakkan gerakan penguatan identitas.

Dan kembali berhasil. Mandailing yang sebelumnya ditulis sebagai sub dari etnis Batak, direvisi oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia dalam Sensus Penduduk 2020.

Memang benar, hasil yang bisa dikatakan cukup memuaskan itu bukan diperoleh hanya melalui dua gerakan tersebut.

Namun merupakan hasil pergolakan panjang dan rangkaian aksi sejak beberapa dekade lalu.

Hal itu dibuktikan dengan sejumlah fakta sejarah tentang pergerakan dengan topik utama penguatan identitas Mandailing.

Rangkaian aksi itu-lah yang kemudian menjadi salah satu indikator berdirinya Ikatan Pemuda Mandailing. IPM hadir sebagai organisasi yang bersifat primordial dan menjunjung tinggi nilai-nilai agama, budaya dan kearifan lokal serta sosial.

Keberhasilan IPM sebagai wadah sosial kontrol akan bergantung penuh terhadap peran aktif dari segenap pemuda dan pemudi Mandailing.

Untuk ke depan target IPM, yakni ingin pemuda Mandailing baik yang berada di Kabupaten Mandailing Natal maupun di tanah rantau harus siap dan mampu menonjolkan identitas diri sekaligus menunjukkan citra positif sebagai pemuda Mandailing.

Dan hal itu hanya bisa diraih ketika pemuda Madina mampu menjadi penentu dalam suatu perihal maupun kebijakan.
Di sisi lain, IPM juga dibentuk sebagai
wadah silaturrahim pemuda Mandailing antar lintas Kabupaten bahkan Internasional.

Bila diamati dari sejarah, Wilayah Adat Mandailing ini dahulu begitu luas, yakni meliputi Daerah Tapanuli Selatan yang kemudian menjadi Kabupaten induk dari 5 Kabupaten/Kota lainnya, yaitu Kabupaten Mandailing Natal, Padang Lawas dan Padang Lawas Utara dan Kota Padangsidempuan.

Dan pembagiannya dulu masih berupa Napa-napa, yakni Napa-napa ni Mandailing Sorik Marapi, Napa-napa ni Angkola, Napa-napa ni Siporok Sibual-buali, Napa-napa ni Gunung Tua Padang Bolak dan Napa-napa ni Barumun Sibuhuan.

Atas dasar itu, dengan berdirinya IPM, diharapkan mampu menjadi perekat rasa persaudaraan bagi kalangan pemuda terkhusus dari 5 Kabupaten/Kota tersebut.

Dalam kacamata IPM, silaturrahim ini dianggap perlu. Menimbang, banyaknya masyarakat asal dari Mandailing yang berada di tanah rantau. Bukan hanya di luar Kabupaten Madina, di luar Provinsi,  bahkan juga ada di luar Negeri

Kita contohkan, banyak masyarakat Mandailing yang bermukim misalnya di Provinsi Sumatera Barat, Riau, DKI Jakarta, bahkan di Malaysia.

Sebagian dari mereka berani menunjukkan identitas ke-Mandailingan-nya dan berhasil menunjukkan tajinya di tanah rantau tersebut.

Bukan satu atau dua orang Mandailing ataupun yang leluhurnya berasal dari Mandailing, kemudian sukses dalam Nasional maupun Internasional.
Beberapa nama besar mungkin bisa dijadikan sebagai contoh seperti ; Sutan Puasa selaku pendiri Kuala Lumpur (Ibukota Negara Malaysia).
Jendral Besar Abdul Haris Nasution, satu dari 3 orang di Indonesia dengan pangkat 5 bintang. Muchtar Lubis yang menjadi tokoh pers, Adam Malik Batubara yang pernah menjabat sebagai Wakil Presiden, Adnan Buyung Nasution yang mempelopori Lembaga Bantuan Hukum.

Seterusnya, SM Amin Nasution yang baru satu tahun lalu diberikan gelar pahlawan Nasional, dan banyak lagi yang tidak bisa disebutkan satu-persatu dalam tulisan ini.

Selain tokoh dari era terdahulu, ada sederet nama yang masih aktif dan eksis hingga saat ini. Seperti Prof. Tajuddin Rangkuti yang menjadi dosen di salah satu Universitas di Malaysia. Kemudian ada Todung Mulya Lubis sebagai duta besar RI untuk Kerajaan Norwegia dan Republik Islandia. Saifuddin Nasution yang pernah ditunjuk sebagai Menteri Perdagangan Dalam Negeri Malaysia dan Edy Aftizal Natar Nasution yang masih aktif sebagai Wakil Gubernur Provinsi Riau.

Bahkan dari kalangan artis seperti Raditya Dika Nasution yang dikenal sebagai penulis, sutradara dan komika, ada juga Marissa Nasution dan Syakir Daulay.

Namun, hal yang sangat disayangkan,  sebagian Mandailing lainnya memilih berbaur dengan suku bangsa lain dan bahkan tidak begitu faham mengenai kampung halaman, tanah leluhur, kultur, adat budaya Mandailing, dan lain sebagainya.

Sehingga banyak dari para perantau yang tidak dapat dilacak dan diketahui perkembangannya.
Efek lebih jauhnya, keterbatasan itu kemudian menjadi penghalang bagi Mandailing di tanah rantau untuk menunjukkan potensinya.

Di luar dari faktor yang telah disebutkan di atas, pemuda Mandailing juga harus melek akan potensi Sumber Daya Alam tanah Mandailing. Dalam sajak Willem Iskander disebutkan, Mandailing tano sere.

Berabad abad setelah wafatnya Willem Iskander, kalimat itu dibuktikan bukan hanya sebatas kiasan. Hal itu terbukti dari berton-ton emas yang telah dikeluarkan dari perut bumi, baik secara konvensional oleh masyarakat, namun juga secara modern oleh pengusaha, toke, bahkan perusahaan.

Bukan hanya emas dan logam mulia, ada juga potensi Panas bumi yang juga telah dikelola oleh perusahaan asing.

Kekayaan alam itu juga dapat diukur dari keanekaragaman hayati, satwa endemik, potensi wisata alam dan lain sebagainya.

Untuk itu, IPM dinilai sangat dibutuhkan hadir di tengah masyarakat, khususnya kalangan pemuda untuk menjadi penyambung tali persaudaraan dengan saling merangkul, saling menberikan support, menggalakkan niat serta semangat membangun daerah.(Tan Gozali)

Admin : Dita Risky Saputri SKM

Komentar

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.