
Tetap harus kita sambut baik eksistensi koran Malintang Pos selama sembilan tahun ini.
Kalau butuh catatan hiruk-pikuk Kabupaten Mandailing Natal dalam sembilan tahun terakhir, tinggal buka kliping koran Malintang Pos.
Baik kegiatan Pemda, gejolak sosial, kriminal, lingkungan, dan seterusnya.
Semuanya menjadi catatan yang berharga. Tentu kalau kita telaten membuat kliping sebagai dokumentasi berdasarkan subjek berita.
Dengan sisi kurangnya, Malintang Pos luar biasa bisa bertahan selama sembilan tahun.
Tentu tidak mudah menjalani beban terbit itu. Begitu banyak dilema penerbitan Pers media cetak.
Terutama karena naiknya terus biaya cetak yang didorong kenaikan harga kertas dan inflasi.
Kita tahu berapa banyak koran cetak yang akhirnya mati suri, bahkan tutup. Tragisnya ada yang sudah eksis puluhan tahun, lalu mati.
Bahkan koran-koran besar yang dulu tidak kita bayangkan akan kolaps.
Karena itu, melihat sebuah koran bisa bertahan di zaman ini, sudah hal yang patut dibanggakan.
Sebuah koran memang sarana kontrol sosial. Tidak bisa kita bayangkan sebuah negara–dengan ratusan daerah otonominya–tanpa lembaga pers.
Sebagai elemen keempat demokrasi, pers diperlukan sebagai mata dan hati publik terhadap pemerintah.
Pers merupakan benteng terakhir demokrasi agar sebuah kekuasaan tidak absolut.
Tentu karena pers dijamin oleh undang-undang untuk menyuarakan kebenaran, memaksa kekuasaan untuk mendistribusikan keadilan sosial, menjamin kemerdekaan berpendapat, membuka akses terhadap informasi, dan menyuarakan keinginan bersama dalam cita-cita bangsa yang merdeka.
Peran-peran itu yang diambil Malintang Pos dengan berbagai keterbatasannya.
Selamat ulang ke sembilan Malintang Pos. Selamat ulang tahun Mandailing Natal yang ke 24. Semoga bisa berjaya.(AN)
Catatan Askolani Nasution
Admin : Dita Risky Saputri.SKM.