Sopo Godang Lambang Demokrasi Yang Perlu Dipertahankan.

SOPO Godang sebuah bangunan yang bentuknya empat persegi panjang menyerupai bentuk bagas godang tapi lebih kecil dan terbuka serta tidak memiliki dinding, sedangkan tingginya lebih rendah dari bagas godang dan posisinya terletak di depan bagas godang berbatas dengan halaman bolak.

Fungsi sopo godang adalah tempat musyawarah adat, balai sidang keadilan, tempat pertunjukan kesenian, tempat belajar adat, hukum, seni kerajinan tangan serta ilmu pengetahuan lainnya, selain itu bagas godang tempat bermalam musafir dan lain-lain, boleh dikatakan gedung ini adalah gedung serbaguna yang menampung segala kegiatan kemasyarakatan.

Sopo godang dianggap sebagai tempat yang sakral karena adat dan hukum, adat dijiwai sopo godang ,dari gedung inilah turun keputusan-keputusan yang mengatur tata tertib seperti patik, uhum,ugari dan hapantunon.

Sopo godang ini disebut juga sopo siorancang magodang karena di gedung ini adalah tempat orang memperoleh perlindungan yang aman,

tanda sebuah huta atau kampung yang telah resmi sebagai bona bulu haruslah mempunyai sopo godang sebagai balai pertemuan, itulah sebabnya orang-orang mandailing tumbuh menjadi penganut demokrasi sejati, karena semua diputuskan raja harus melalui musyawarah mufakat hal ini digambarkan pada ornamen berbentuk segitiga yang disebut bindu yang merupakan lambang dari dalihan natolu yang dapat dilihat pada atap sopo godang pada bagian depan.

Dari situ tergambar bahwa sungguh pun bentuk pemerintahan adalah kerajaan, tapi bukanlah kerajaan absolute tapi adalah bentuk kerajaan yang demokratis (monarki konstitusional).

Kekuasaan pada namora natoras yang dapat disamakan dengan Dpr dan kekuasaan tertinggi ada pada gabungan namora natoras dengan raja pamusuk yang dapat disamakan dengan Mpr pada UUD 1945 dan raja hanya sebagai pelaksana keputusan.

Demikian juga raja dipilih oleh kerapatan sopo godang yang anggotanya terdiri dari namora natoras dan raja-raja pamusuk yang ada di wilayahnya, apabila dibandingkan dengan UUD 1945 sebelum dirubah dapat dikatakan namora na toras mewakili golongan dan raja pamusuk mewakili daerah, raja hanya sebagai primus interparis yang bertindak sebagai pengayoman dan raja bukan feodal tapi hanya didulukan selangkah dan ditinggikan seranting,

Pengaruh jajahan belanda membuat beberapa orang raja menjadi feodal dan kahangginya juga yang merevolusinya pada tahun 1945 sewaktu indonesia merdeka, tapi beberapa orang raja langsung terjun dalam revolusi sesuai tuntutan zaman.

Sopo godang sengaja dibuat tidak ber dinding agar rakyat secara langsung dapat melihat dan mendengar segala hal yang dibicarakan oleh raja dan namora toras sebagai pimpinan mereka, tidak ada yang tertutup semua terbuka secara langsung dan transparan (patar songon indahan di balaga).

Dahulu bila sopo godang telah berdiri, baru selesai dibagun raja wajib memotong kerbau untuk meresmikannya yang disebut (mambongkot sopo godang),

Sopo godang adalah lambang demokrasi yang perlu dipertahankan, selama sopo godang berdiri kokoh dan keputusan keputusannya dipatuhi oleh rakyat, masyarakat akan aman tenteram dan sejahtera, karena tatanan_tatanan masyarakat tetap terpelihara dengan baik,

jika sopo godang rubuh, baik fisik maupun fungsinya, sejak itulah masyarakat mandailing mulai tidak teratur, aturan-aturan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang telah tertuang dalam patik, uhum, ugari, dan hapantunon, berangsur-angsur pudar dan lama-kelamaan akan hilang ditelan masa.(Syahren)

 

Admin : Iskandar Hasibuan

Komentar

Komentar Anda

About Dina Sukandar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.