

PANYABUNGAN(Malintangpos Online): Mantan Ketua Komisi 1 DPRD Kab.Madina Iskandar Hasibuan, mendesak DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) untuk segera memanggil Kepala Sekolah dan Komite Sekolah Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Panyabungan untuk klarifikasi terkait aksi demo dari siswa terkait kutipan uang Rp 600.000/siswa guna untuk membeli Lettop keperluan UNBK TA 2018-2019.
“ Walaupun itu keputusan Komite Sekolah dan menimbulkan reaksi dengan demonya siswa seharusnya pihak MAN 1 Panyabungan menunda program pengadaan Lettop dan DPRD Madina segera memanggil Kasek, Komite Sekolah dan pihak Kemenag Madina ke DPRD, jangan dibiarkan, sebab bisa merusak nama baik sekolah,” ujar Mantan Ketua Komisi 1( Membidangi Pendidikan) DPRD Madina Iskandar Hasibuan, Rabu malam(12-12) di Rindang Hotel Panyabungan.
Kata Iskandar Hasibuan, bahwa tadi pagi siswa MAN 1 Panyabungan demo, sudah rapat di sekolah dengan beberapa orangtua siswa dan Komite dan dihadiri guru serta disaksikan Wartawan bahwa dalam pertemuan itu ada indikasi kutipan dilakukan terkesan dipaksakan, sehingga orangtua siswa yang tidak mampu memberikan argumen ketika rapat Komite 06 Nopember 2018 lalu, tapi Komite memutuskan dengan pembayaran Rp 600.000/siswa.

Kalau saya, ujar Iskandar, sangat menyesalkan keputusan yang kurang berpihak kepada siswa yang diawajibkan membayar, sebab praktek-praktek seperti ini harusnya dikaji secara detail, ada ngak yang keberatan, jangan karena Komite mampu, lalu menyamakan kemampuan komite dengan orangtua siswa yang miskin, ini salah satu kebijakan yang kurang baik, ini menurut saya.
Namun begitu, sekalipun MAN 1 Panyabungan adalah dibawah pengawasan Kementerian Agama, sebaiknya DPRD Madina secepatnya memanggil Kasek, Komite, Ka.Kemenag Madina atau Kanwil Kemenag Sumut serta jangan lupa Kadis Pendidikan Mandailing Natal, sebab selain di MAN Panyabungan juga di SMP Negeri 4 Sinunukan ada kutipan yang sama kepada siswa SMP sebesar Rp 400.000/siswa.
“ Pokoknya apapun kebijakan Komite dan Kepala Sekolah MAN 1 Panyabungan tentang kutipan Rp 600.000,-/siswa itu sangat tidak pas sekali, harus ditinjau ulang dan Kanwil Kemenag Sumut juga diharapkan segera turun langsung, jangan menunggu laporan,” ujar Iskandar Hasibuan yang juga Ketua DPC.PDI Perjuangan Madina itu.
Komite Harus Bijak

Alumni MAN 1 Panyabungan Samman Siahaan, mengutarakan bahwa Rabu (12/12) pagi, ratusan siswa-siswi Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Panyabungan melakukan demonstrasi di sekolah, menuntut pembatalan aturan yang mewajibkan setiap siswanya membayar Rp 600 Ribu. Uang ini dimaksudkan untuk pembelian Laptop (Komputer lipat) yang akan digunakan pada Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK), mendatang.
Aksi siswa-siswi ini terasa wajar. Apabila merunut dari surat pemberitahuan Kepala Sekolah MAN Panyabungan dengan nomor; 1080/Ma.02.26/PP.00.6/11/2018 pada tanggal 6 November 2018 yang ditujukan kepada orangtua peserta didik.
Dalam surat ini, disebutkan. Sesuai hasil keputusan rapat Komite dan orang tua murid tanggal 06 Desember 2018 dalam rangka pengadaan komputer/laptop untuk pelaksanaan UNBK MAN Panyabungan Tahun Ajaran 2018/2019. Sebagaimana terlampir.
Kemudian pada lampiran yang dimaksud dalam surat Kepala Sekolah itu. Isinya berupa besaran tanggungan dan skema pembayarannya. Tidak menjelaskan berapa unit kebutuhan komputer untuk UNBK, atau besaran anggaran yang dibutuhkan untuk keseluruhannya.
Detail ini mejadi tandatanya, apalagi tidak seluruh siswa yang mengikuti UNBK. Melainkan hanya siswa yang kelas XII.
Lantas apabila mencermati dari pernyataan orangtua siswa. Banyak dari mereka yang meninggalkan rapat sebelumnya, lantaran tidak sepakat dengan besaran yang diajukan sekolah. Seharusnya itu menjadi pertimbangan Komite.
Bukankah komite ini sebagai perpanjangan tangan masyarakat dalam hal ini orangtua peserta didik?. Seharusnya, Komite-lah yang mengakomodasi kepentingan masyarakat dan orangtua siswa demi tercapainya pendidikan yang adil dan tanpa membebani.
Pun apabila memang harus dilakukan pembelian Laptop ini. Apakah harus membebankannya pada orangtua peserta didik?. Bukankah perangkat ini nantinya akan menjadi asset atau inventaris sekolah?. Di lain hal, sekolah seharusnya terbuka, berapa jumlah kebutuhan perangkat yang akan digunakan sebagai alat mengikuti UNBK ini.
Dan untuk pembelian penambahan perangkatnya, berapa persentase biaya yang ditanggung oleh sekolah dan orangtua peserta didik?. Lantas, adakah ini masuk dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah di MAN Panyabungan?
Pada hakikatnya. Sebagai alumnus, saya merasa miris. Jika pengadaan atau pembelian Laptop sekolah harus dibebankan pada adik-adik kami siswa-siswi, atau orangtua peserta didik. Apalagi, jika melihat kondisi siswa yang masih banyak ditopang Bantuan Siswa Miskin, demi terus bisa mengikuti proses belajar. Banyak di antaranya yang masih pra-sejahtera. Biaya Rp 600 Ribu menjadi beban berat bagi mereka.
Selain itu, adik siswa-siswi yang sekarang sudah kelas XII ini, juga sangat membutuhkan biaya yang tidak kalah banyaknya untuk meneruskan jenjang pendidikan ke Perguruan Tinggi, nantinya selepas lulus dari Madrasah ini
Terakhir, saya dan sejumlah alumnus yang saya ajak berdiskusi. Sepakat agar, Sekolah dan Komite memikirkan kembali kebijakannya ini. Jangan dijadikan bancakan pemuas sifat yang kemaruk. Demi nama baik sekolah dan pendidikan bagi generasi yang beriman dan bertakwa ( Samman/Red)
Admin : Siti Putriani Lubis