Mari kita berpikir jernih. Apa harus semahal itu biaya sosial yang harus kita tanggung hanya untuk mengganti seorang kepala desa! Mesti pengerahan massa, mesti blokade jalan, bahkan mesti main bakar segala. Astaga! Penggantian presiden saja tidak begitu. Itu preseden yang yang sangat buruk untuk masa depan pemerintahan desa.
Persoalan kita sederhana: Tidak ada transparansi, tidak aksestebel, dan tidak dibuka peluang partisipasi sosial orang-orang terpelajar dalam sistem pemerintahan desa. Ada puluhan orang-orang visioner dan terpelajar dalam kampung kita yang tidak diberi ruang untuk bersama-sama memajukan desa. Itu yang menyebabkan distorsi sosial.
Mengganti kepala desa, dapatkan menjamin semuanya lebih baik? Tidak! Karena sistem pengelolaan dana desa, sekalipun dirancang untuk taransparan dan aksestebel, faktanya sebaliknya. Ada banyak ragam distorsi yang membuat kepala desa jenis malaikatpun akan terjebak dalam sistem pengelolaan dana desa yang buruk. Kejadian akan terus berulang.
Selain itu, struktur pemerintahan desa terlalu kecil untuk merekrut warga potensial. Bayangkan, kaur hanya tiga, plus sekretaris dan bendahara desa. Lebih buruk lagi manakala posisi itu hanya diisi berdasarkan proporsi kekuatan sosial keluarga-keluarga berpengaruh di desa, bukan berdasarkan kecakapan personal, kesesuaian latar belakang akademis, dst. Sementara di desa ada puluhan sarjana, mahasiswa, dan orang-orang visioner yang tidak diberi ruang partisipasi. Mereka ini yang bertahun-tahun bersabar, tahan emosi untuk hanya jadi penonton, dst. Dan mereka lihat bagaimana semua menjadi lebih buruk.
Mengapa tidak dibuat struktur desa yang bisa menampung partisipasi sosial mereka? Ruangnya ada: Tim Inovasi Desa, atau nama lain yang dianggap representatif. Buat komposisinya agak gemuk. Misalnya 10 persen dari jumlah KK. Untuk kampung kecil, antara 15 sampai 20 orang. Komposisi personalianya terdiri dari orang-orang visioner dari warga desa dan perwakilan NNB. Organisasi ekstra pemerintahan desa itu dikukuhkan legalitasnya melalui sebuah Peraturan Desa.
Tugas mereka: (1) Menyusun pola pembangunan desa, (2) Menyusun konsep program kerja Dana Desa, baik fisik maupun pemberdayaan, mulai dari bentuk kegiatan hingga alokasi dana sebagai acuan RAB-nya, (3) Menawarkan program kerja tersebut dalam musyawarah desa bekerja sama dengan BPD, (4) Membentuk tim penanggung jawab masing-masing program kegiatan Dana Desa, (5) Membuka peluang pengelolaan kegiatan desa yang lebih transparan dan aksestabel, (6) Mengawasi setiap program kegiatan desa, (7) dan lain-lain.
Tim itu juga yang membentuk kelompok-kelompok pemberdayaan desa, mulai dari (1) menentukan jumlah kelompok, (2) menentukan jenis kegiatan sesuai dengan aspirasi masyarakat, (3) merekrut anggota kelompok, (4) bekerja sama dengan pemerintahan desa untuk mengalokasikan anggaran dana desa dan atau anggaran lainnya untuk masing-masing kelompok, (5) Memberikan bantuan manajemen bagi kelompok itu untuk keberlangsungan usahanya, dst.
Dalam bayangan saya, ketika terbentuk misalnya lima Kelompok Pemberdayaan di sebuah desa, dengan keanggotaan 10 orang saja dalam setiap kelompok, akan ada 50 orang yang memperoleh ruang usaha baru yang bisa menopang sumber pendapatan rumah tangga. Dan mereka terdiri dari keluarga termiskin di desa itu yang diseleksi secara terbuka oleh Tim Inovasi Desa tadi.
Tentu saja semua konsep ini akan mempersempit ruang kekuasaan kepala desa. Karena tim mengelola dana desa mulai dari penetapan kegiatan, pengawasan pelaksanaan, hingga penilaian. Tapi bukankah memang itu tujuan kita, agar kepala desa tidak surplus kekuasaan? Dengan begitu tidak selalu butuh cost sosial yang mahal hanya untuk mengganti kepala desa yang tidak selaras dengan keinginan masyarakat. Dalam kondisi sekarang misalnya, kepala desa tidak perlu turun. Biarkan saja mereka mengakhiri masa jabatannya. Yang kita perlukan, ada tim baru yang segera masuk ke dalam ranah pemerintahan desa. Tim itu yang memastikan semua berjalan sesuai azas taransparan dan akuntabel. Kita tidak peduli siapa pun kelak yang menjadi kepala desa, karena kekuasaan sebenarnya dalam pengelolaan kekuangan desa ada dalam tim yang diisi orang-orang visioner dan para pemuda.
Dengan begitu tidak perlu orang berebut menjadi kepala desa hanya untuk berkuasa. Semua orang-orang potensial sudah ada dalam tim yang masa jabatannya harus dipertanggungjawabkan kepada warga desa dalam masa akhir periode mereka. Tim bisa berubah secara priodik, katakanlah lima tahunan. Perubahan pemerintahan desa tidak harus mahal!(AS)
Foto : Mandailing Online
Admin : Iskandar hasibuan