Walau Harus Berdarah-Darah, Mari Martondi-kan Tenunmu

TAPANULI UTARA(Malintangpos Online): Matahari tampak tak begitu bersahabat hari ini, ketika seorang Istri Bupati Tapanuli Utara turun dan menyapa masyarakatnya. Satika Simamora, wanita yang menggunakan pakaian tenunan khas Tapanuli Utara. Dia pula yang kembali mengenalkan tenun khas Tapanuli Utara.

Satika di depan ratusan pengurus Serikat Media Siber Indonesia seluruh Indonesia menceritakan pengalaman untuk merubah tenun dari Budaya menjadi Fashion.

Sungguh berat tantangan yang dihadapinya. Hingga hari ini pun dia tidak berhenti untuk terus mengenalkan tenun Tapanuli Utara.

“Awal-awal dahulu saya selalu ditentang dan ditolak oleh para penenun. Bahkan ketika saya turun ke lapangan pun, saya hanya dianggap mencari nama saja, tanpa direspon,” ungkap Istri dari Nikson Nababan ini.

Ketika menceritakan kisahnya, Satika mengatakan pasca ditolak oleh para penenun, dia pun didatangi oleh salah seorang guru yang juga ternyata penenun.
“Guru itu membawakan saya beberapa buah kain tenun khas Tapanuli Utara.

Dia mengatakan, banyak penenun yang enggan berkontribusi dengan idenya karena permasalahan benang. Dulu benang yang dipakai itu benang-benang impor yang kasar, sehingga ketika dijadikan baju, jas ataupun pakaian, pemakainya tidak nyaman,” celotehnya.

Kurang lebih 9 tahun dia terus bergerak bersama para penenun tenun ikat di berbagai kawasan di Tapanuli Utara. Ketika itu, Sabtu (4/2) Satika menceritakan kisahnya didampingi oleh para penenun di Desa Hutanagodang, Kecamatan Muara.

Perjuangannya selama kurang lebih 9 tahun ini pun kini sudah membuahkan hasil. Tenun khas Tapanuli Utara kini sudah dikenal luas. Bahkan sudah berulang kali mendapatkan juara ditingkat nasional.

“Tenun Tapanuli Utara ini sudah beberapa kali mendapatkan juara satu nasional. Bahkan sekarang para penenun kita di Desa Hutanagodang ini kewalahan menerima banyaknya pesanan. Bayangkan saja, satu tenun saja itu memakan waktu kurang lebih satu bulan,” jelasnya.

Satika juga menceritakan dia selalu terus belajar dan belajar untuk mengenalkan kain tenun khas Tapanuli Utara ini. Bahkan dia juga selalu berkata, mari martondi kan kain tenun khas Tapanuli Utara.

“Saya selalu berkata, martondikan tenun mu. Maksudnya beri nafas tenun mu, jangan malu terhadap tenun khas Tapanuli Utara ini. Karena kalau kita sendiri malu dengan kain tenun khas kita sendiri bagaimana orang lain mau memakainya,” tuturnya.

Celotehan Satika ini pun langsung diaminkan oleh salah seorang penenun ikat di Desa Hutanagodang. Herda Sitompul, salah satunya.

Dia mengatakan mewarisi keahlian menenun dari ibunya sejak 6 tahun yang lalu. Bahkan kini, dia pun bisa mengerjakan satu lain tenun ikat dengan durasi satu bulan mulai dari memisahkan benang (mengani) hingga membuat motif.

“Lama waktunya kira-kira satu bulan sampai satu bulan setengah. Proses untuk memisahkan benang itu yang memakan waktu yang lama. Namun untuk merangkai motifnya kurang lebih satu Minggu,” ungkap Herda.

Herda juga mengatakan, Ibu Satika tidak hanya mengenalkan kain tenun, namun beliau juga turut menyediakan bahan baku serta memasarkan lain tenun Tapanuli Utara.

“Bangga, kini kain tenun ikat Tapanuli Utara sudah dikenal luas. Puji Tuhan semoga apa yang dilakukan oleh Ibu Bupati ini bisa terus membuat Tapanuli Utara menjadi lebih maju lagi,” ungkap Herda. (Rez/SMSI)

 

Admin : Dita Risky Saputri.SKM.

Komentar

Komentar Anda

About Dina Sukandar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.