

Sambungan Dari Edisi Pertama(1)
Personalitas dan performanya semakin tangguh. Jabatan baru sebagai Anggota Legislatif memberikan ruang pengabdian yang makin utuh.
Tak hanya bisa membawa aspirasi serta mengajukan sejumlah program pembangunan non-fisik dan fisik, Bang Is pun bisa memengaruhi besaran anggaran (APBD) yang dialokasikan untuk mendanai usulan-usulannya.
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, dia bersikap sangat kritis. Banyak hal yang bisa dia perjelas dan luruskan. Di Komisi I, sempat menjabat ketua, sering membuat terobosan.
Karenanya, Bang Is makin popular dan sekaligus populis. Lebih-lebih karena berani mengambil sikap yang kontrovesial dan konfrontatif.
Dia tak segan-segan mengungkapkan pandangan dan pendapat yang sangat berbeda. Bahkan, sekalipun dia hanya terhitung sendiri, kudu siap bikin konfrontasi (perlawanan).
Bang Is juga nekad untuk melawan sikap-sikap yang bertentangan dengan hati nurani dan amanat penderitaan rakyat.
“Iya, namanya wakil rakyat, ya harus mendengar suara hati dan menyuarakan apa yang menjadi kehendak rakyat,” ungkapnya mananggapi pertanyaan rekan-rekan wartawan kala itu.
Termasuk dalam Sidang Peripurna, sering kali Bang Is meminta hak bicara untuk mengungkapkan isu-isu yang sepi dan lepas dari sorotan publik.
Biasanya, dengan sangat sadar memanfaatkan momentum strategis itu, dia bicara blak-blakan seakan tak peduli “dagangan” dan kepentingan kawan.
Jika tak bergeming via sidang paripurna, dia pun kemudian tak gentar bikin konferensi pers.
Wong dia sendiri jurnalis juga kok. Jelaslah, akses dan jaringan komunikasinya ke rekan sesama wartawan sangat baik. Siapa takut?
Begitulah sekelumit romantika perjuangannya selama menjadi wakli rakyat yang terpilih dari Dapil (Daerah Pemilihan) sisi utara Madina.
Hanya saja, hitung punya hitung, progres pembangunan sepetinya belum jauh bergerak. Masih banyak problem yang stadiumnya genting.
“Saya masih kurang puas. Pada satu-dua tahun pertama, spirit dan optimisme sangat tinggi. Begitu juga di tahun ketiga. Saya terus bersikap kritis, berani kontroversial dan siap berkonfrontasi melawan siapa pun yang saya anggap lari dari amanah rakyat. Sekalipun taruhannya jadi kurang disenangi sebahagian Anggota Dewan,” ungkapnya kepada beberapa wartawan belum lama ini dalam bincang-bincang santai sekitar rencana di tahun politik 2024.
Nah, ada juga tantangan seperti itu?
Jelas, banyak ragam dan macamnya. Tantangan yang sangat berat. Bahkan dia mangaku, harus mengahadapi situasi yang lebih pelik dan lebih sengit.
Tapi dia tidak menyoal pandangan dan pendapat personal anggota dewan lain masa itu. Baginya, yang terberat itu bersifat institusional.

Ada banyak problem di fraksi. Karena hanya punya dua kursi, PDI Perjuangan harus gabung dengan partai politik lain. Makanya bersifat politis dan teknis.
Begitu juga di komisi. Tidak begitu saja keputusan komisi menjadi keputusan lembaga DPRD Madina.
Bayangkan, untuk menentukan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk satu agenda pembahasan di DPRD ada satu bagian khusus, yaitu Badan Musyawarah (Bamus). Belum lagi di Badan Anggaran (Banggar). Tidak begitu saja rekomendasi Banggar menjadi hal terpenting bagi paripurna DPRD.
Terkadang, sidang paripurna itu mentah. Pembicaraan diarahkan kembali ke fraksi. Lalu fraksi bawa keoputusannya balik lagi ke paripurna.
Begitulah, kadang a lot, bahkan tak jarang mengambang dalam waktu yang lama,” kenangnya dengan mimik antusias.
Menurutnya, visi seorang anggota dewan itu jadi hal terpenting. Jika tak runcing, apalagi orientasinya masih mendua atau kabur, jangan berharap bisa punya nilai bergining. Jumlah anggota fraksi bisa jadi tak berarti. Bisa-bisa fraksinya justru bisu.
Makanya, kalau kita review kembali, berani punya pendapat beda di DPRD itu menjadi kelemahan. Bukan saja sulit menemukan celah untuk melaksanakan peran legislasi, budgeting (penganggaran) dan pengawasan.
Pada akhirnya, mau gak mau, corong untuk bisa bersuara lantang itu pun jarang atau sulit untuk kita dapatkan,” tambahnya mengenang.
Singkat cerita, dia mengakui tugas Anggota Dewan itu tak lepas dari ngomong-ngomong atau lobi-lobi.
Kadang keputusan besar itu bulat pada saat lobi-lobi. Tapi, walau merasa tak masuk akal, selalu perlu waktu untuk melobi.
Bahkan, hampir selalu tak cukup untuk menggalang dan membangun satu pemahaman visioner.
Apalagi untuk memastikan satu sikap politik tertentu, seperti menolak atau menerima R-APBD Madina Tahun 2023 yang diajukan Pemkab Madina. Butuh kekuatan besar. Lebih dari suara (kursi) mayoritas! ( Bersambung Terus)
Penulis : Ludfan Nasution,S.Sos
Wartawan dan Mantan Anggota DPRD.
Admin : Dita Risky Saputri.SKM.