PENDAHULUAN
Hari Kamis, 5 Januari 2017 Surat Kabar Mingguan Malintang Pos genap berusia 3 tahun. Usia yang masih sangat balita tentunya, masih kalah jauh dibandingkan dengan media lainnya yang terbit di Sumatera Utara. Namun kendatipun masih belia nyatanya Malintang Pos, MP-demikian saya menyebutnya, sudah membuktikan eksistensinya ditengah kegamangan surat kabar dalam menatap masa depannya. Ditengah perayaan Milad ini, pertanyaan elementer yang patut untuk diperdebatkan adalah bagaimana menjelaskan masa depan koran daerah yang berjiwa nasional ini? Bagaimana juga dengan taglinenya? Apakah masih “Berani dan tangguh membela kepentingan rakyat”?
Tulisan singkat ini dapat dipastikan tidak akan mampu menyigi semua hal di seputar MP terutama untuk menjawab pertanyaan di atas. Konon lagi, saya tidak memiliki kesempatan untuk mengikuti dan membaca semua edisi MP sejak diterbitkan 3 tahun lalu. Kendatipun saya sering mengisi kolom opini dan bahkan pernah diulang tahun MP yang kedua saya mendapatkan Award MP Kategori “Penulis Kreatif” namun jujur saja, saya hanya membaca MP dalam edisi yang sangat terbatas.
Sebagai junior dari mereka-mereka yang telah mendedikasikan hidupnya sebagai pejuang-pejuang pers Madina (Bang Iskandar Hasibuan, Bang Dahlan Batubara, Bang Ludfan Nasution) kendatipun berada dalam keminiman pengetahuan ilmu jurnalis dan keterbatasan telaahan, tidak boleh ada alasan menolak ajakan untuk berbagi pandangan dengan pembaca pada edisi ini. Bahkan ini sungguh suatu kehormatan, bisa menuangkan gagasan, ide dan saran karena saya berkeyakinan bahwa yang menggawangi MP ini adalah pribadi-pribadi yang hebat dan yang mempantaskan dirinya untuk sebuah kerja pengabdian dan perjuangan.
Mohon maaf saya, sejatinya artikel ini dihadirkan pada saat ulang tahun MP yang ketiga sesuai dengan komitmen saya dengan Pimpinan Umum/ Penanggung Jawab/Pimpinan Redaksi MP, Bang Iskandar Hasibuan, SE namun karena sesuatu hal yang bersifat pribadi akhirnya baru sampai ditangan pembaca pada edisi ini.
Secara pribadi, saya mengucapkan penghargaan dan rasa terimakasih yang setulusnya kepada abanganda Iskandar Hasibuan, SE yang bagi saya merupakan mentor sekaligus motivator yang tiada duanya. Dengan pengalaman dan perjalanan hidupnya yang penuh onak dan duri, tentunya “poda” yang disampaikannya amat sangat bernas bagi saya untuk menapaki kehidupan ini. Rasa terimakasih ini kembali saya sampaikan atas Award MP yang saya terima selama dua tahun berturut-turut dalam dua kategori yang berbeda. Semoga ini bisa menjadi cemeti untuk lebih bergiat lagi menebarkan virus-virus kebaikan kepada sesama dalam rangka turut berpartisipasi aktif dalam kerangka pembangunan Madina kedepan.
TANTANGAN REVOLUSI INTERNET
Pemimpin Redaksi Newsweek, Tina Brown dalam artikelnya diedisi penutup pada tanggal 24 Desember 2012 mengatakan “Edisi di tangan anda ini adalah edisi cetak terakhir Newsweek.Terkadang perubahan itu tidak hanya baik, akan tetapi juga perlu”. Hari itu adalah hari penerbitan edisi cetak terakhir majalah Newsweek. Pernah hampir merajai pasar majalah puluhan tahun lalu, media ini akhirnya tergerus dengan arus zaman, menyerah pada digitalisasi. Ya, Newsweek beralih dari cetak ke digital.
Kita akui bahwa biaya produksi media cetak semakin mahal karena kenaikan terus-menerus harga kertas, ongkos cetak yang semakin mahal dan biaya produksi berita untuk menghasilkan produk yang berkualitas dan ini merupakan deretan persoalan yang selalu menjadi “hantu” bagi media cetak.
Satu hal yang harus diyakini kebenarannya bahwa hampir semua media cetak baik yang internasional, nasional maupun yang bersifat lokal sedikit banyaknya mengalami imbas akibat kemajuan tekhnologi informasi dan komunikasi. Tidak sedikit media cetak nasional yang tumbang semisal Sinar Harapan yang berdiri tahun 1961 harus mengakhiri terbitannya pada 31 Desember 2015 padahal oplahnya pernah mencapai 250 ribu perhari. Sebelum pamit mundur selamanya dari dunia jurnalistik, tanggal 25 November 2015 manajemen harian yang terbit setiap sore ini mengumumkan akhir penerbitan koran pada bulan Desember tepat tanggal 31.
Harian Bola sebelumnya juga telah menemui ajal terlebih dahulu. Begitu juga dengan harian berbahasa Inggiris yaitu The Jakarta Globe, hanya saja The Jakarta Globe melakukan reformasi manajemen dan ikut bergabung dalam trend yang sedang berkembang saat ini yaitu digital.
Jauh sebelum itu, Indonesian Business Today juga menemui ajalnya padahal masih berusia kurang dari setahun. Hal sama juga dialami Jurnal Nasional yang mengalami “gulung tikar” walau usianya belum genap satu dekade. Majalah FHM, majalah dewasa yang sangat terkenal di dunia selain majalah Playboy, akhirnya harus “kandas” juga padahal dalam masa jayanya FHM sempat meroket dengan rating tinggi dalam pemasaran mencapai angka 35 ribu penjualan perbulan.
Revolusi internet nyata sangat mempengaruhi bisnis dan perubahan sosial ditengah masyarakat bahkan juga perubahan kultural. Publik sekarang lebih banyak dijejali dengan berita yang mudah diakses, cepat dan instan. Dengan teknologi mobile internet, distribusi berita dilakukan dalam hitungan menit, bahkan detik. Kemudahan dan kecepatan akses menjadi keunggulan utama media daring. Kecanduan orang akan dunia maya, termasuk media digital semakin hari makin berkembang seiring dengan bervariasinya peralatan komunikasi elektronik dan akses internet juga mempengaruhi. Banyak orang mulai meninggalkan media cetak karena informasi bisa diakses dari genggaman tangan.
Januari 2015, Global WebIndex merilis data yang menunjukkan data jumlah pengguna internet di Indonesai sudah menembus angka 73 juta. Hampir 74 persen dari jumlah itu merupakan pengguna aktif internet mobile. Setiap orang dalam sehari rata-rata mengakses internet selama 3 jam 10 menit. Hasil riset lain yang dilakukan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia-PusKaKom Universitas Indonesia pada 2014 menyebutkan, 60 persen pengguna memanfaatkan akses internet untuk mencari berita terkini.
Saya tidak tahu kapan persisnya MP hadir dalam format daring atau online untuk melengkapi MP yang diterbitkan secara cetak. Tentu saja ini menjadi terobosan baru yang signifikan utamanya untuk menjaring para pembaca dengan segmen anak muda. Banyak media cetak yang pada akhirnya sedikit merobah gaya dengan melengkapi dirinya dengan media online. Tentu saja ini bukan menjadi keharusan namun lebih kepada kejelian marketing. Sebagai bagian dari keinginan untuk membangun media yang profesional, maka tentu saja jajaran redaksi harus mampu memformulasikan marketing dengan baik dan professional.
Tidak dapat disangkal jika perkembangan internet dewasa ini dari hari kehari semakin pesat. Banyak hal dapat dilakukan dengan internet, seperti browsing, email, download, bahkan telepon pun dapat dilakukan melalui internet. Akses internet pun semakin mudah, berbagai teknologi telekomunikasi seperti handphone, smartphone, tablet PC, komputer dapat digunakan untuk mengakses internet. Hal tersebut tentu saja memanjakan para pengguna internet, mereka dapat mengakses internet dengan mudah, nyaman, dan tanpa khawatir mengeluarkan biaya besar.
Perkembangan internet ini nyatanya berpengaruh pada gaya hidup masyarakat terutama dalam budaya membaca. Saya termasuk orang yang terpengaruh dengan internet dalam hal menyalurkan hobi membaca. Jika dahulu saya masih teramat sering membeli buku khususnya “best seller” sekarang keinginan saya membeli buku sudah semakin kecil karena buku-keinginan saya tersebut sudah ada resensinya bahkan secara utuh diupload di internet.
Kelihaian MP melirik potensi ini patut untuk diapresiasi. Kehadiran MP Online membuktikan bahwa jajaran redaksi MP bukan manusia yang betah di “zona nyaman” atau kemapanan. MP Online menambah panjang daftar nama media online yang bisa dijadikan publik sebagai bahan comparatif. Portal-portal berita online banyak bermunculan dengan menyajikan berita yang sangat aktual dengan selisih waktu per menit, bahkan per detik. Sifatnya yang aktual menjadikan media online ini sebagai yang tercepat dalam menyajikan berita dan informasi dibanding media massa lainnya. Media online juga dapat menyajikan berbagai konten seperti teks, visual, audio, maupun audio visual.
Tentunya kehadiran MP Online ini akan menjadi penyeimbang bagi berita-berita yang berseliweran didunia maya karena saya dan mungkin juga anda masih sangat yakin dengan ketajaman analisis dan kedalaman pemberitaan MP.
Akan tetapi apapun itu yang menjadi alasan managemen MP untuk melahirkan MP Online, saya berharap ini bukanlah latah atau hanya sekedar mengikuti trend kekinian. Penghujung 2015, ruang-ruang diskusi publik disibukkan dengan perdebatan antara media digital dan media cetak. Kisruh ini bermula dari tulisan wartawan senior Harian Kompas, Bre Redana berjudul “inikah Senjakala Kami….” yang intinya menceritakan tentang kegamangan media cetak menghadapi invasi media daring/online. Tulisan yang terbit di Kompas Cetak dan Kompas.Com ini begitu booming dan menjadi viral dikalangan pekerja jurnalis. Dalam aline pembuka, Bree dengan tegas menyebutkan “Belakangan ini, seiring berlayarnya waktu, kami wartawan media cetak, seperti penumpang kapal yang kian dekat menuju akhir hayat. Terakhir, di penghujung tahun, Ignatius Haryanto, pengamat pers yang luas referensinya, salah satu anggota Forum Ombudsman surat kabar kami, memberikan notifikasi dengan judul Senjakala Suratkabar di Indonesia?. Pertanyaan lebih lanjut ia ajukan: apakah ini akhir dari peradaban surat kabar cetak saat ini?
Banyak pihak yang menuding hal ini sebagai sesuatu yang berlebihan namun tidak sedikit pula yang membenarkan. Bre juga dinilai terlalu cengeng dan menampilkan sosok media digital sebagai ancaman dengan penyebutan “kami” dan “mereka”. Penggambaran Bre dalam tulisannya seakan-akan menempatkan media digital sebagai pembunuh jurnalisme yang sesungguhnya. Ia menilai, media cetaklah sosok jurnalisme yang paling tepat dan ideal. Sendi-sendinyalah yang dinilai sebagai wujud dari jurnalime itu sendiri.
Tentunya, saya dan juga masyarakat pembaca MP Cetak berharap lahirnya MP Online bukanlah seperti yang digambarkan Bre tersebut namun lebih kepada profesionalisme jurnalis yang menuntut untuk lebih memperhatikan segmen pasar pembaca yang nyatanya sekarang lebih didominasi oleh generasi dunia gadget. Nah, sekarang pilihan pembaca semakin banyak. Ada MP Cetak dan ada juga MP Online. Suatu pencapaian yang maksimal diusia yang ketiga ini. Ini menandakan proses penguatan kelembagaan ditubuh MP berjalan dengan baik dan tertata dengan sistimatik.
Dalam paparannya disaat Ultah MP yang kemarin, Maradotang Pulungan mewakili redaksi melaporkan kepada audiens bahwa bukan tidak mungkin suatu saat nanti MP akan bisa menjadi seperti group Jawa Pos karena menurutnya MP sudah melahirkan secara periodik halaman yang bersifat kedaerahan seperti Sidimpuan Pos, Nias Pos, Tapsel Pos dan yang lainnya.
Hanya sedikit memberi masukan, alangkah lebih indahnya jika pada saat ultah yang ketiga kemarin sekaligus juga dilounchingkan Malintang Pos Online karena bagi saya kehadiran MP Online merupakan suatu terobosan dan sejarah baru dalam dunia jurnalis Madina. Saya berani menyebut bahwa baru MP-satu-satunya surat kabar yang memiliki media cetak sekaligus juga online. Jelas, ini prestasi yang bisa menjadi tolak ukur bagi perkembangan jurnalis dikabupaten Madina. (bersambung)
Admin : Dina Sukandar A.Md