…. Sambungan dari Edisi ..2.
Sebaliknya, mereka cenderung lamban kesannya. Juga terlalu berhati-hati. Banyak mendengarkan, banyak memanfaatkan berbagai sudut pandang lain atas satu persoalan.
Selain itu juga ingin melihat sendiri. Karena akademisi tahu apa beda pengamatan langsung dibandingkan laporan pihak kedua. Mereka ingin data primer, bukan data skunder.
Atika harus dilihat dari sudut pandang itu. Ingin tahu semua masalah, melihat sendiri, agar bisa mengukur tingkat prioritas dan resikonya.
Ia bukan orang yang terbiasa dengan kekakuan birokrasi yang sangat protokoler.
Ia juga bukan politisi yang biasa bermain dengan metafora, personal branding, dan seterusnya. Sekalipun ekonomi sisi lain dari politis, tapi Atika menjalaninya tak sebanding.
Karena itu, Atika pasti banyak kaget dengan berbagai riuh-riuh politik daerah. Tiba-tiba “nganu”, tiba-tiba digiring untuk melakukan apa yang sebenarnya tidak ingin ia lakukan, tiba-tiba terkooptasi menjadi parsial, dan berbagai arus politis lain.
Seolah-olah sepele. Tapi serius. Atikah harus terus bisa menjaga personal branding-nya sebagai kekuatan daya tariknya selama ini: tokoh perempuan di dunia yang dihuni kaum patrilinial, akademisi yang diakui kredibilitasnya, tidak partisan, responsif atas pihak lain, berani mengatakan tidak, dan bersih dari kisruh partai politik.
Ruh konstituen itu yang harus dipeliharanya. Karena tidak mudah memperoleh personal branding seperti itu.( Bersambung Terus )
Admin : Iskandar Hasibuan,SE.