PENGELOLAAN Dana Desa(DD) di tengah Pandemi Covid -19 sekarang ini boleh dikatakan ” Ugal -Ugalan ” Bukan kesalahan berada di tangan Kepala Desa,tetapi nampaknya Kades sudah bagai makan ” Buah Yang Tidak Pernah Berbuah,” seperti Program Bimtek bagi Ibu -Ibu TP.PKK Desa se Mandailing Natal.
Kita tau bersama bahwa Ibu-ibu di kampung, kalau dikasih lima ratus ribu saja, ia akan jadikan modal usaha jualan pisang goreng atau jualan sayur di pasar.
Dengan modal kecil itu, ia bisa bertahan hidup. Atau dengan lima juta, lalu dibuatkan pondok-pondok jualan sayur di poken jonjong desa. Beratap rumbia, bertiang bambu, berlantai tanah; coba berapa pondok yang bisa dibuat untuk menopang potensi ekonomi desa. Apalagi di tata rapi.
Tapi tidak, malah lima juta dana desa dari 377 desa yang ada di Mandailing Natal, malah kita hamburkan untuk Bintek PKK Dana Desa 2021.
Jangan tanya efektifitas dana yang nyaris dua milyar itu untuk menopang potensi ekonomi rakyat.
Ada ribuan pembenaran yang bisa dijadikan alasan untuk pentingnya bintek PKK, tapi tidak sungguh-sungguh berdampak langsung terhadap pemajuan potensi ekonomi rakyat desa.
Mengapa harus potensi ekonomi? Tentu saja. Urgensi program Dana Desa memang untuk pemberdayaan ekonomi.
Konsepnya seperti itu. Apa arti Dana Desa nyaris satu milyar per desa selama enam tahun terakhir kalau rakyat tetap miskin?
Apalagi hanya kegiatan-kegiatan bintek yang masa sekarang lebih efektif dengan pembelajaran daring, yang modalnya hanya paket internet seharga 42 ribu.
Semua seminar, whorksop, sampai pembelajaran di sekolah juga menggunakan daring, karena tatap muka di masa Pandemi dianggap pelanggaran.
Tapi itulah kita. Kita selalu mencari celah keuntungan dari sisa hotel, konsumsi, transportasi, penggandaan bahan bintek, transportasi, dan seterusnya. Angka yang tampak kecil bisa wah ketika pesertanya 377 desa.
Makanya para penentu kebijakan Dana Desa suka bermain-main di ranah Bintek. Cara jitu dan nyaman dalam memanipulatif Dana Desa. Dan pendamping desa diam.
Karena penilaian kinerja mereka oleh Camat dan Kadis PMD. Pendamping Dana Desa, mulai tingkat terendah hingga tertinggi, lebih nyaman menjadi penyambung lidah kekuasaan daripada penyambung lidah rakyat.
Kalau cuma bintek peningkatan kompetensi kader PKK desa, mengapa harus jauh-jauh? Realitas ekonomi sosial kampung Mandailing Natal yang lebih tahu orang sekitar kita.
Entah karena dianggap orang Mandailing Natal lebih tolol, dan seterusnya. Dan kalau anggapan itu benar, orang Mandailing harus tersinggung.
Penulis : Iskandar Hasibuan
Admin : Dita Risky Saputri,SKM.