Tragedi runtuhnya gedung adidaya Amerika Serikat WTC (world trade center) dan Pentagon, menyisakan duka mendalam. Terlebih sampai saat ini belum ada bukti gamblang yang menunjukkan dalang di balik tragedi tersebut.
Osama bin laden selaku ketua jaringan al qaeda yang dipandang sebagai kelompok ekstremis, digadang-gadang sebagai dalang dari semua kejadian bom bunuh diri yang terjadi, meskipun pernyataan tersebut belum terbukti kesahehannya.
Citra islam dan muslim dipandang negatif oleh dunia, jauh dari esensi sesungguhnya yang cinta perdamaian dan rahmatan lil ‘alamin.
Propaganda media menambah kekisruhan yang terjadi, akibatnya seseorang atau kelompok yang menggunakan atribut keislaman dipandang sebagai teroris yang unmoderat, siap melenyapkan nyawa siapa saja yang tidak sejalan dengannya.
Kaum minoritas muslim yang tinggal di eropa paling terkena dampaknya. Banyaknya bulliying baik secara fisik maupun nonfisik, sampai pada aksi teror yang diterima.
Ruang gerak minoritas muslim mulai dipersempit, terlebih kecurigaan selalu dialamatkan pada minoritas muslim yang tinggal bahkan hanya sekedar berkunjung ke wilayah barat, eropa.
Pemeriksaan, keamanan ketat dan kecurigaan penduduk setempat membuat Sebagian minoritas muslim termaginalkan haknya sebagai manusia, yang mestinya dimanusiakan.
Belum usai tragedi hancurnya Gedung WTC dan Pentagon yang menjadikan citra islam dipandang negatif oleh dunia, terjadi bom bunuh diri (bom bali) yang diduga didalangi oleh salah satu tokoh islam keturunan arab di Indonesia yakni Abu Bakar Basyir.
Sebagai pendiri pondok pesantren islam al mukmin ngruki solo, beliau diduga sebagai jaringan kelompok al qaeda yang dipimpin osama bin laden, meskipun sampai saat ini belum ada data otentik keterkaitan beliau dengan peristiwa bom bali pada tahun 2002, maupun keterkaitannya dengan jaringan al qaeda.
Peristiwa bom bali yang menewaskan 202 korban jiwa dan ratusan lainnya luka-luka (bbc news Indonesia), merupakan perbuatan sekelompok ekstremis yang mengatasnamakan jihad melawan kemungkaran.
Pada akhirnya lagi-lagi tuduhan dilayangkan untuk muslim dan islam, meskipun tuduhan tersebut belum bisa dibuktikan kebenarannya.
Masuknya isis (islamic state of iraq and syria) ke indonesia menambah deretan panjang ketakutan akan islam dan muslim.
Isis menurut seorang mantan menteri luar negeri AS Hillary Clinton berpendapat, isis sebagai momentum baru AS (Amerika Serikat)yang dibentuk oleh pemerintah AS bersama negara sekutu Barat untuk memecah Timur Tengah.
Kemunculannya di indonesia mengancam perdamaian warga NKRI. Keinginan untuk mendirikan negara islam melalui propaganda untuk mengajak seluruh muslim mendukungnya dengan membawa kata jihad, yang mana jihad diekspresikan dengan menumpahkan darah orang yang tidak sejalan dengannya.
Islamophobia telah menjalar ke Indonesia, dalam kehidupan masyarakat Indonesia, seseorang atau kelompok yang menggunakan atribut keislaman dicurigai sebagai teroris, radikal, dan ekstremis.
Jenggot dan celana cingkrang diidentikkan dengan kelompok teroris yang harus diwaspadai, sehingga menciptakana kecurigaan antar satu dengan lainnya. Ruang gerak islam dan muslim menjadi terbatas.
Sebagaimana dilansir dari liputan 6.com, bahwa MUI dilaporkan menyangkan sikap kemkominfo yang menutup akses kesebelas situs web yang diduga menyebarkan kabar-kabar hoax tersebut.
MUI juga menilai, kemkominfo belum menjelaskan soal batasan pengertian paham radikal yang menjadi alasan pemblokiran tersebut.
Bahkan menurut mereka, pemblokiran situs sepihak ini menandakan kemunduran demokrasi.
Indonesia yang penduduknya mayoritas muslim, segala polemik yang berkaitan dengan agama akan menjadi perbincangan hangat yang berkepanjangan.
Ditambah dengan pemberitaan mainstream yang menambah ketakutan. Islamophobia sangat berdampak pada kehidupan muslim, dapat memecah belah orang dan komunitas di negeri tercinta, yang disebabkan pemahaman akan islam yang belum menyeluruh.
Jika terjadi pembiaran maka tidak mustahil islamophobia dapat merusak keharmonisan warga NKRI, maka perlu adanya pendekatan untuk menjelaskan islam secara komprehensif, membuka diri berkontribusi dan bersosialisasi baik dengan masyarakat.
Peran pemerintah juga dianggap sangat penting , terutama pada kebijakan mengendalikan media massa dalam menyajikan pemberitaan tanpa bias terhadap islam.( Bintang Rosada)
Penulis : Bintang Rosada Dosen STAIN Madina.
Admin : Iskandar Hasibuan,SE.