Waktu saya guru berprestasi tingkat nasional, tahun 2005, melalui lomba menulis, saya dipanggil Pak Amru Daulay. Ditanya saya ingin apa?
“Mau kepala sekolah,” sapanya. Saya menggeleng. Beliau bilang ke Pak Somad (alm), “Jabatan apa yang sesuai?”. Langsung saya jawab, saya hanya ingin menjadi guru saja.
“Mau S2?” Sapa Pak Amru lagi. Saya mengiyakan, meskipun tak terpikir.
“Daftarkan dia S2, pemda yang biayai,” kata Pak Amru.
Maka jadilah saya ambil S2 di Bung Hatta. Manajemen. Satu angkatan dengan Pak Somad, bang Syahnan Batubara, dll. Meskipun akhirnya tidak selesai, itu soal lain.
Maka, ketika Pak Amru ingin menulis buku biografi, saya juga yang dipanggil. Saya tahu betul, beliau meyakini bahwa kemajuan pendidikan harus dimulai dari peningkatan kompetensi guru.
Karena itu banyak program untuk itu. Guru-guru berprestasi dipanggil, diberi tugas menularkan kecakapannya kepada guru lain.
Tahun 2006, saya juara lomba menulis lagi. Ditanya sama pak Somad, bagaimana cara meningkatkan kompetensi guru.
Saya bilang coba kita buat media, sarana guru mengembangkan kemampuan menulis. “Buat konsepnya,” kata Pak Somad.
Saya buat. Langsung didisposisi untuk dianggarkan dalam APBD 2007. Media itu, Majalah “Gema Pendidikan”, saya kelola selama 10 tahun lamanya.
Mulai dari kadis pendidikan alm Pak Somad, ayah Musaddad Daulay, hingga Pak Imron Lubis.
Kalau saya lewat saja di depan kantor Dispen, dan nampak sama Pak Somad, tidak boleh tidak singgah di ruangannya. Sambil minum kopi. Padahal saya hanya guru.
Itu semua karena Pak Amru dan Pak Somad amat percaya kalau peningkatan mutu pendidikan memang harus melalui peningkatan kompetensi guru.
Memfasilitasi kebutuhan pemajuan guru, reinforcement yang signifikan, dan peningkatan sarana pembelajaran. Karena itu juga, di SMA Tanobato, ada program Pesona Fisika.
Ketika itu belum ada Dana BOS. Tapi pembelajaran bisa bermutu.( Askolani)
Penulis : Askolani
Admin : Iskandar Hasibuan.