MEDAN (Malintangpos Online): DPRD Sumatera Utara memanggil Polda Sumut, Rabu(10/3), salah satu bahasan terkait kelambanan penetapan tersangka kasus kematian 5 warga Desa Sibanggor Julu Kec.Puncak Sorik Marapi, Mandailing Natal di wilayah kerja PT. SMGP.
Kelambanan Polda Sumut bisa menimbulkan dugaan bahwa kepolisian menganggap enteng penegakan hukum di Mandailing Natal.
“Hari ini beberapa elemen unjuk rasa di Mandailing Natal, menuntut keadilan terkait tragedi 25 Januari 2021,” kata Anggota DPRD Sumut, H.Fahrizal Efendi Nasution,SH.
Dia menyatakan kasus kematian warga Sibanggor Julu merupakan persoalan besar. Dan sudah menjadi issu internasional. Ada SOP (Standard Operating Procedure) yang tidak dijalankan sebagaimana mestinya oleh pihak perusahaan dalam pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Sorik Marapi.
Sebagaimana diketahui, 5 warga Sibanggor Julu tewas dan puluhan dilarikan ke rumah sakit akibat keracunan zat H2S yang keluar dari sumur wellpad SMP-T02 saat dibuka pihak PT SMGP 25 Januari 2021.
Rapat Dengar Pendapat (RDP) lintas Komisi DPRD Sumut itu dihadiri Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Sumut, AKBP Patar Silalahi.
Berdasar penelusuran Fahrizal, PT SMGP bukan perusahaan besar, yang SOP-nya sangat stadar.
“Di pembukaan wellpat SMP-T02 itu menewaskan 5 warga, 54 dilarikan ke rumah sakit dan lintas Komisi DPRD Sumut rapat. Hari ini rakyat sudah unjukrasa, kok kita masih anggap biasa-biasa saja,” ujar Fahrizal dari Dapil Tabagsel.
“Semestinya kita sebagai sesama penyelenggara negara harus saling mendengar. Jangan sampai chaos dulu di tengah masyarakat,” katanya tegas.
Dia mewanti-wanti bahwa ketidaksabaran rakyat Mandailing Natal yang menuntut keadilan bisa memuncak penyebab gerakan massa dan berpotensi anarkis. Jangan sampai polisi menangkap orang yang menununtut keadilan.
Oleh karena itu, polisi harus secepat mungkin merilis nama-nama tersangka dalam tragedi geothermal Sorik Marapi.
Mengulangi statemennya beberapa waktu lalu di media massa, Fahrizal menegaskan bahwa perdamian yang dilakukan manajemen PT SMGP dengan keluarga korban tewas tidak serta merta menggugurkan pidana.
“Hukum tetap dijalankan, direktur teknis harus bertanggungjawab, bukan karyawan si tukang buka pipa. Penjelasan pidana itu jelas: siapa yang memberi perintah itu dia yang bertanggungjawab,” katanya.
Di sisi lain dinyatakan, jika masyarakat mendesak agar izin perusahaan itu dicabut, itu permintaan wajar. Tetapi pada prinsipnya masyarakat pro investasi. Namun masyarakat akan menolak manakala perusahaan tidak menjalankan undang-undang.
Sementara itu, Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Sumut, AKBP Patar Silalahi menjawab Fahrizal menyatakan hingga saat ini pihaknya masih melakukan proses.
Unsur kelalaian ditangani oleh Kriminal Umum Polda karena ada yang meninggal dunia. Sedangkan yang sifatnya teknis di dalam kegiatan perusahaan itu ditangani Subdit Tipiter (Tindak Pidana Tertentu).
Kelambanan terjadi karena Poldasu masih dalam proses kordinasi dengan kementerian ESDM. “Dimana disana ada inspektorat-nya yang lebih teknis, bilamana telah kami dapatkan, bisa kami tingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan,” katanya.(Dab/Red)
Liputan : Dahlan Batubara
Admin : Iskandar Hasibuan