***Oleh: SUTAN BAJORA NASUTION – Wakil Ketua Bidang Hukum DPD Partai GOLKAR Kabupaten Mandailing Natal ****
Generasi milenial, yang hari ini berusia antara 25 hingga 40 tahun, adalah generasi yang sering dianggap sebagai harapan masa depan. Milenial adalah generasi yang dekat dengan teknologi, berwawasan luas, dan memiliki tuntutan yang tinggi terhadap transparansi.
Sayangnya, sebagai generasi yang tumbuh di era digital dan keterbukaan, kami kerap harus berhadapan dengan kenyataan pahit bahwa integritas dalam berpolitik sering kali masih berada di belakang kepentingan kelompok tertentu.
Contoh nyata datang dari Pilkada di Mandailing Natal yang kini tengah ramai diperbincangkan. Pada 8 September 2024, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merilis bahwa sebanyak 1.432 bakal calon kepala daerah telah mengajukan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Namun, tercatat masih ada 107 calon kepala daerah lainnya yang belum memenuhi kewajiban ini. KPK bahkan memberikan layanan khusus penerimaan LHKPN pada hari terakhir itu, untuk memastikan para kandidat memenuhi syarat sesuai aturan.
Kepatuhan dalam pelaporan LHKPN ini semestinya bukan perkara kecil. LHKPN adalah salah satu indikator sederhana bagi calon kepala daerah untuk menunjukkan komitmen mereka pada transparansi.
Sayangnya, justru di saat peraturan ini begitu jelas, kita mendapati bahwa salah satu calon kepala daerah, H. Saipullah Nasution, memiliki tanda terima LHKPN yang diterbitkan pada 16 Oktober 2024—lebih dari sebulan setelah batas waktu yang ditetapkan KPU pada 8 September.
Generasi Milenial dan “Pengaburan” Aturan
Kejadian seperti ini sangat mencederai kepercayaan generasi milenial terhadap sistem politik di Indonesia. Aturan yang tegas dari KPU sesuai Peraturan Nomor 8 Tahun 2024 mengamanatkan bahwa LHKPN wajib menjadi syarat administrasi yang terpenuhi tepat waktu. Artinya, jika LHKPN tidak lengkap atau terlambat, maka calon tersebut semestinya dianggap tidak memenuhi syarat.
Namun, apa yang terjadi di Mandailing Natal sungguh memprihatinkan. Pada tanggal 22 September 2024, KPU Kabupaten Mandailing Natal mengumumkan dua pasangan calon yang dianggap memenuhi syarat, termasuk pasangan H. Saipullah Nasution. Padahal, dengan bukti tanda terima LHKPN yang diterbitkan 16 Oktober, seharusnya jelas bahwa pasangan ini tidak memenuhi syarat administrasi.
Sebagai milenial, kami ingin bertanya: apa gunanya aturan jika tidak dijalankan? Kenapa ada tenggat waktu jika akhirnya “boleh dilanggar”? Di era di mana masyarakat semakin kritis dan menuntut kejelasan, kejadian seperti ini justru semakin memperburuk persepsi publik terhadap politik.
Integritas: Syarat Utama Bagi Generasi Milenial dalam Memilih Pemimpin
Bagi generasi milenial, integritas bukanlah sekadar kata. Kami tidak ingin sekadar memilih pemimpin yang terlihat hebat atau pintar di atas panggung politik. Kami ingin pemimpin yang benar-benar mengikuti aturan, menunjukkan transparansi, dan memiliki komitmen terhadap keadilan.
Jika calon kepala daerah tidak mampu memenuhi syarat administratif yang paling dasar seperti pelaporan kekayaan, bagaimana kami bisa percaya bahwa mereka akan memimpin dengan jujur dan bertanggung jawab? Ini bukan hanya tentang LHKPN, ini tentang rasa keadilan dan etika dalam berpolitik. Keputusan KPU yang meloloskan calon dengan syarat administrasi yang tidak terpenuhi jelas mencerminkan standar ganda yang tidak sehat.
KPU Kabupaten Mandailing Natal harus bertindak tegas untuk menganulir keputusannya yang menetapkan pasangan calon yang tidak memenuhi syarat sebagai peserta. Jika tidak, maka kredibilitas mereka sebagai lembaga penyelenggara pemilu akan dipertanyakan, tidak hanya oleh milenial, tetapi oleh semua lapisan masyarakat.
Mengapa Milenial Perlu Terlibat?
Generasi milenial adalah harapan masa depan, namun kami tidak bisa berharap pada masa depan yang baik jika saat ini kami tidak diberikan proses yang adil dan transparan. Inilah mengapa kami harus terus mengawal proses politik di daerah kami. Jika kami tidak bisa mempercayai lembaga yang bertugas menjaga integritas pemilu, lantas pada siapa kami harus percaya?
Menjadi pemimpin berarti memikul tanggung jawab besar, termasuk tanggung jawab untuk tunduk pada aturan yang berlaku. Integritas dalam proses politik harus diperjuangkan, tidak hanya untuk pemimpin saat ini, tetapi juga untuk generasi milenial dan generasi mendatang yang mengharapkan sebuah perubahan.
Menuju Masa Depan yang Lebih Bersih
Melalui Pilkada ini, generasi milenial di Mandailing Natal ingin melihat bahwa integritas masih dihargai. Kami ingin pemimpin yang tidak hanya berani tampil di atas panggung, tetapi juga berani mematuhi setiap aturan yang berlaku, tanpa kecuali. Keputusan KPU untuk mengesahkan calon yang tidak memenuhi syarat hanya akan menimbulkan keraguan bahwa ada “jalan belakang” dalam proses ini.
Semoga KPU Kabupaten Mandailing Natal segera mengambil langkah yang tepat demi memperbaiki keadaan ini. Jangan biarkan politik di Mandailing Natal tercoreng hanya karena kelalaian atau “kelonggaran” terhadap aturan. Keadilan dan integritas bukanlah hal yang bisa dikompromikan—dan kami, generasi milenial, akan terus memperjuangkannya( Aris)
Admin : DITA RISKY SAPUTRI . SKM