(Ketika Seorang “Monyet” pun Yakin Bakal Laku di Pasar Pilkada.)
Pak Hidayat Hasibuan, hahaha…. itu kan pak sekedar bayangan tg kekecewaan dan harapan lain. Itu hanya deviasi (penyimpangan) maya. Makna di balik fakta itu, tak ada pemilih yg berharap pamrih, kecuali kesejahteraan. Titik!
Makanya, saya bisa membayangkan seperti apa kegalauan para kandidat yg memang benar-benar mau membawa Madina jadi makmur dan masyhur. Jelas, bahwa ada faktanya, pemilih yg kecewa itu berpikir setidaknya mereka (kandidat) memberi apa yg memang harus jadi miliknya, seperti 100-200 ribu itu.
Pemilih seperti itu mengganggap diri mereka tidak berdaya untuk menghempang calon yang menurutnya bakal merusak dan mencuri Madina ini. Karena itu, mereka memaksa para kandidat untuk lebih dahulu mengembalikan “hasil curian” itu.
Kita sendiri pun yg mengaku cerdas dan kritis, tidak berani menjamin kandidat yg kita dukung di pilkada 2020 ini tak akan mencuri secara langsung atau tidak langsung dan secara nyata atau samar.
Makanya, politik uang itu realitas yg kompleks, histeris dan historis. Bukan fakta yg sekonyong2 meluas, hingga seorang “monyet” pun yakin dirinya bakal laku di pasar pilkada.
Nah, parpol dan kandidat kemudian dihadapkan pada tantangan untuk melakukan “ijtihad” politik agar kekuasan pengelolaan negara tak jatuh kepada geng orang2 yg dzolim (tokoh2 antagonis) kepada diri-nya, rakyat-nya dan Tuhan-nya
Maka, di sisi lain, dunia kampus pun punya beban maha berat untuk meletakkan kembali dasar pemahaman politik yg arif sebelum kiamat keburu datang.( Ludfhan Nasution)
Admin : Iskandar hasibuan