PANYABUNGAN(Malintangpos Online): Progress aparat penegak hukum yang terkesan lamban dan dinilai kurang serius dalam menangani kasus Gas Beracun H2S PT SMGP (Sorik Marapi Geothermal Power) terus menyita perhatian publik untuk angkat suara.
Kita menilai bahwa kasus Gas Beracun H2S ini telah lama diproses hukum oleh Poldasu.
Bahkan pendalaman awal dari penyelidikan telah naik ke tahap penyidikan, juga puluhan saksi juga telah diperiksa.
Namun yang membuat kita heran dan bingung, kenapa sampai sekarang tak kunjung ada daftar rilis tersangka dalam kasus fatal Gas Maut H2S yang menghilangkan nyawa 5 orang dan puluhan orang lainnya sempat dirawatan ” Ujar Ketua Umum DPP IMMAN ( Ikatan Mahasiswa Mandailing Natal) Hapsin Nasution bersama Ketua LSM Fokrat (Forum Kajian Masyarakat) Madina Aswardi Nasution, S.Pd kepada wartawan ketika dimintai komentar masalah kasus hukum Gas Maut H2S ini
Diutarakan Hapsin yang aktivis PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) ini bahwa kasus hukum Gas Beracun H2S ini telah lama menjadi sorotan publik secara nasional.
Bahkan DPR RI lewat Komisi VII telah berbicara pedas kepada pihak-pihak terkait agar serius menangani kasus ini secara hukum.
Serta hasil investigasi dari Kementerian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) lewat Dirjen EBTKE (Energi Baru Terbarukan dan Konversi Energi) Dr. Ir Dadan Kusdiana, MSc sewaktu Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPR RI telah mencuatkan kesimpulan dan fakta konkrit bahwa PT SMGP dinilai melakukan praktek
“mal operasional, pelanggaran berat dan menyalahi SOP dalam aktivitas perusahaan uji buka sumur (well discharge) SMP-TO2 PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi) Sorik Marapi Unit II Desa Sibanggor Julu, yang seharusnya lewat mekanisme yang sangat ketat dan prosedur yang super hati-hati,
Ternyata fakta ril menunjukkan hal tersebut diabaikan oleh PT SMGP, sehingga paparan gas beracun H2S menewaskan 5 korban, termasuk didalamnya 3 orang balita dan 52 orang lainnya terpaksa dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan intensif
Terkait praktek mal operasional dan
pelanggaran SOP (Standard Operating Procedure), selain Yan Tang selaku Direktur Utama PT SMGP, jelas Hapsin dan Aswardi yang perlu dimintai akuntabilitas secara publik adalah personal bagian teknik dan sosialiasi sebagai penanggungjawab operasional di lapangan.
Tentu kita melihat bahwa nama Kepala Teknik Panas Bumi PT SMGP Eddiyanto dan Eksternal Affair Krishna Handoyo juga harus diseret ke ranah hukum untuk ditahan serta dimintai pertanggungjawaban atas praktek mal operasional tersebut sesuai hasil investigasi Dirjen EBTKE yang mencuatkan 6 point kesalahan
Yakni perencanaan kegiatan yang tidak matang, pelanggaran terhadap prosedur yang telah ditetapkan, peralatan dan instalasi penunjang yang belum siap/lengkap, lemahnya koordinasi antar tim pelaksana kegiatan
Serta,Pelaksanaan sosialisasi kepada masyarakat yang tidak memadai serta kompetensi personil pelaksana kegiatan yang tidak memadai.
Ditambahkan Aswardi, bahwa laporan Dirut PT Sorik Merapi Geothermal Power (PT.SMGP) dan Dirjen EBTKE Kementerian ESDM dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI ditemukan fakta-fakta mengejutkan dan sangat amburadul terkait pengelolaan PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi) Sorik Marapi tersebut.
Disebutkan bahwa Korban meninggal dan pingsan di temukan pada titik 96-125 m dari cerobong pelepasan gas, padahal wilayah aman instalasi adalah di atas 300 m dari cerobong.
Artinya pihak perusahaan, dalam hal ini Kepala Teknik Eddiyanto dan Eksternal Affair Krisnha Handoyo tidak melakukan sterilisasi pada wilayah di dalam radius instalasi 300 m, yang menjadi SOP pariemeter aman dalam pelepasan gas.
Ini disebabkan karena jarak antara pembangkit dengan pemukiman penduduk relatif dekat dan tidak ada kontrol pada batas radius 300 m, sehingga dengan mudah penduduk masuk ke dalam radius operasi tersebut.
Kemudian, durasi yang singkat dan minimnya sosialisasi kepada masyarakat atas rencana operasi tersebut.
Ini merupakan kesalahan fatal Eksternal Affair Krishna Handoyo selaku pemanggungjawab Sosialisasi. Sosialiasi Uji buka sumur hanya dilakukan kurang-lebih 4 jam sebelum operasi dan itu pun dilakukan oleh tenaga keamanan yang tidak cukup pengetahuan akan bahaya operasi pelepasan gas/uap ini.
Dan sosialisasi ini hanya disampaikan kepada kepala Desa. Bahkan Petugas sendiri tidak paham potensi bahaya akibat pelepasan gas beracun itu.
Selain itu, operasi pelepasan uap tersebut tidak dihadiri oleh well pad superintendent (pengawas penanggung jawab pelepasan gas) yang mengarahkan pelaksanaan simulasi pengukuran arah, kecepatan, ketinggian angin, pengukuran konsentrasi gas dan memandu penggunaan detektor gas sebelum dilakukan pelepasan, sehingga pelepasan gas beracun itu aman bagi keselamatan manusia dan lingkungan.
“Bersasarkan kajian ini, kita menganalisis bahwa operasi pelepasan uap/gas PLTP yang sangat berbahaya ini dilakukan degan “ugal-ugalan dan melanggar SOP, sebuah tindakan pelanggaran berat yang harus diseret ke ranah hukum.
Tentu kepala Teknik Eddiyanto dan Eksternal Affair Krishna Handoyo harus dimintai pertanggungjawaban secara hukum” tegas Aswardi yang mantan Ketua Satuan Siswa, Pelajar Mahasiswa (SAPMA) Pemuda Pancasila Kab Madina ini.
Ditambahkan Aswardi, publik telah mempertanyakan penanganan kasus hukum atas praktek mal operasional terhadap managemen PT SMGP termasuk Direktur Utama Yan Tang, Kepala Teknik Eddiyanto dan Eksternal Affair terkesan lamban dan mereka seolah tak tersentuh hukum, dibuktikan bahwa mereka tetap beraktifitas sebagaimana biasa, senyam senyum kesana kemari dan seolah tak memiliki nurani dan rasa berdosa atas kejadian menghebohkan atas penghilangan nyawa manusia tak berdosa ini.
Kita meminta agar Polri jangan mempertaruhkan Marwah dan kredibilitasnya dengan memperlamban kasus ini, karena hal ini telah menjadi sorotan publik atas kasus ini.
Kita minta agar Polri dapat lebih responsif menunjukkan profesionalisme kinerja untuk mengungkap dan mengusut kasus ini secara tuntas.
Kita meminta agar Poldasu segera merilis daftar tersangka dan menyeret siapapun yang terlibat untuk diberi hukuman yang setimpal.
Termasuk menyeret Yan Tang selaku Dirut PT SMGP juga Kepala Teknik PT SMGP dan Eksternal Affair Krishna Handoyo yang diduga kuat sebagai aktor paling bertanggungjawab atas terjadinya praktek mal operasinal. Mereka harus dijadikan sebagai tersangka atas tindak pidana Gas Maut H2S (Hydrogen Sulfida) ini, kata Aswardi dan Hapsin
Kemudian, pihaknya kata Aswardi telah mempertegas komitmen mereka untuk mengawal kasus ini sampai tuntas untuk memberikan kepastian dan keadilan hukum.(Alh/Red)
Admin : Iskandar Hasibuan