
*** Oleh Askolani Nasution ***

Apakah masyarakat peduli dengan ultah Madina kali ini? Tidak. Mau ultah mau tidak, tidak menyangkut hidup orang. Semua berjalan tanpa pemerintah hadir.
Memang apa tanda pemerintah daerah hadir? Apa yang diubah pemda atas azas hidup masyarakat?
Dana Desa? Bukan duit pemda. Dana Bos? Juga bukan. Pertanian, perikanan? Memang apa tanda pemda hadir di sawah, di kolam kita? Serius dulu, sektor mana yang disentuh Pemda lalu membuat penghasilan penduduk meningkat, membuat hidup orang lebih sejahtera? Atau, setelah Madina lepas dari kabupaten induknya lalu lapangan kerja makin mudah? Kejahatan menurun?

Semua yang terjadi di sekitar kita selama ini karena keniscayaan. Pasar terbentuk karena sistem ekonomi terbuka. Bukan karena peran pemda. Apa ada misalnya peran regulasi pemda yang berdampak pada penurunan angka inflasi di daerah, atau mendorong laju ekonomi jadi pesat?
Tidak juga. Kita mendorong sholat subuh berjamaah, zikir akbar, atau apapun yang bergaya seolah-olah kita masyakarakat Madani. Apa jadi angka pengidap narkoba turun, angka kehamilan di luar nikah turun signifikan? Maling makin berkurang?
Tidak juga. Orang makin tak Islami. Sekian tahun yang lalu pilkada dan Pileg masih bisa tanpa tabur uang. Emang sekarang bisa? Tidak!
Budaya. Apa orang makin beradab, makin santun, makin banyak entiras budaya kita yang mengakar kembali? Apa ada penguatan budaya di sekolah? Tidak. Malah perbup pelajaran Muatan Lokal “Budaya Mandailing” dicabut dari sekolah.

Lihat prilaku anak sekolah sekarang? Jangan lagi untuk mengharapkan lulusan yang membanggakan Mandailing.
Salahnya di mana? Pemda tak sungguh-sungguh hadir sebagai pemerintah sebagaimana mestinya.

Semua karena keniscayaan, dan keniscayaan itu makin buruk. Dan kita tak pernah sungguh-sungguh duduk bersama untuk mendengarkan orang banyak. Yang kita dengar suara-suara yang itu-itu juga, yang tidak pernah membuat pemda ini bermartabat.( Askolani.Nasution/Red).
Admin : Dita Risky Saputri.SKM.