
Pesan khususnya, begitu itu. seperti yang saya terima beberapa kali pada tahun-tahun yang lalu.
Tahun ini, untuk HUT ke- 9, saya selaku orang dalam yang sedang non-aktif memang sudah berniat bikin sejenis evaluasi kecil.
Semoga terbaca sebagai motivasi walau mungkin saya gak bisa menghindari masuknya gaya ironisme (sindiran halus).
Dan, saya yakin, Abanganda Iskandar Hasibuan selaku bos saya, abang yang sudah banyak membantu saya dan teman diskusi yang gak pernah kehilangan gairah, pun merasa senang dengan catatan saya untuk “Surat Kabar Malintang Pos “.
Sebagai media cetak, jelas sudah terbukti eksis, mampu bertahan.
Maka saya berharap, agar “SKM Malintang Pos” juga menjadi institusi sosial yang memainkan peran edukatif, khususnya dalam jurnalistik secara berkesinambungan, untuk melahirkan, mengorbitkan dan memasyarakatkan wartawan-wartawan energik dengan ideologi yang benar, visi yang tajam terasah serta misi yang mumpuni.
Usia Sembilan tahun, tentu saja, bukan hanya pergeseran waktu yang statis.
Sebelum muncul sebagai edisi perdana, Malintang Pos punya guratan sejarah tersendiri.
Termasuk soal pilihan nama yang menjadi hak prerogatif pendirinya, Abanganda Iskandar Hasibuan, SE.
Pada namanya, ada juga embek-embel SKM. Ini yang mau saya soroti. Ada beberapa argumentasi menarik dan menggelitik.
Pertama, SKM sebagai singkatan dari “surat Kabar Mingguan” menegaskan bahwa periodisasi terbitnya adalah Mingguan, setiap pekan, yakni setiap hari Senin.
Tapi, penggunaan istilah ” Mingguan” itu punya konsekuensi. Selama Sembilan tahun tidak selalu bisa muncul pada Senin (pagi).
Kedua, ada juga baiknya memakai sebutan ” Mingguan”. Setidaknya, menggambarkan periodisasi terbitnya.
Bagi media yang terbit dengan format surat kabar 12 atau 16 halaman seperti Malintang Pos, penyebutan Mingguan justru bisa melemahkan karena trand-nya koran itu terbit setiap hari dan penyebutan
” Mingguan” di sejumlah pos liputan Jakarta berkonotasi negatif, sekalipun majalah sekelas Tempo sendiri adalah mingguan.
Makanya, ada juga positifnya pake istilah ” Mingguan” jika dari sisi isi-nya, Malintang Pos memang menawarkan keutuhan, kelengkapan dan ketuntasan, sehingga pembaca bisa mendapat sensasi seperti membaca media dengan format majalah yang punya halaman banyak, cover dan dijilit hingga punya citra eksklusif.
Makanya, saya sarankan agar ke depan gak perlu memakai istilah ” Mingguan” itu lagi, sehingga cukup ” Surat Kabar Malintang” atau “Malintang Pos” saja.
Selama aktif sebagai Wakil Pemimpin Redaksi, beberapa gagasan saya mendapat dukungan kuat dari Bang Kandar dan Bang Dahlan Batubara , antara lain:
1) Melaksanakan kegiatan diklat atau pelatihan singkat bagi calon-calon reporter Malintang Pos.
Bahkan, tindak lanjutnya, termasuk diskusi khusus tentang jurnalistik. Bagi saya ini sangat mendasar, lebih-kebih karena banyak juga teman yang minat gabung dengan latar belakang pendidikan non-jurnalistik. Ya, ini termasuk tuntutan Kode Etik Jurnalistik (KEJ).
2) Menggelar Talk show (diskusi) interaktif (sempat live melalui siaran radio). Selain secara rutin setiap Kamis sore, acara ini juga membahas problem-problem besar/aktual Madina dengan tajuk “The Rindang Magnitude” juga bekerja sama dengan stasiun radio setempat.
3. Membangun kelembagaan khusus untuk meng-cover proses dan progres Dana Desa dengan membuat satu divisi dan halaman khusus dengan nama Pusat Data dan Informasi Dana Desa Malintang Pos.
Bagaimanapun sekarang wujud dan progresnya, bagi saya ketiga gebrakan itu memberikan kepuasan tersendiri.
Walau belum menampakkan kontinuitas di performa Malintang Pos hari ini, visi di balik kegiatan seperti itu tetap hidup.
Dan yang gak kalah penting, Bang Kandar punya sensitivitas untuk menangkap ide-ide seperti itu dan punya konektivitas cukup untuk mewujudkannya.
Terakhir, jika memang gagasan dan wacana punya nilai jual, Malintang Pos tetap punya dan menyimpannya di setiap penampilan.
Selamat dan Doa Makin Sukses buat Malintang Pos di HUT ke- 9 ini di Tahun 2023 ( Ludfan Nasution)
Admin : Dita Risky Saputri.SKM.