Masyarakat Mandailing Natal mungkin masih ingat penggalan bait lagu Ebiet G. Ade: “Mungkin alam mulai bosan bersahabat dengan kita.“ Syair lagi ini mengingatkan kita pada kejadian-kejadian yang terus bermunculan akhir-akhir ini, khususnya di Bumi Gordang Sambilan. Kita khawatir, dan sangat takut, masih ada peritiwa bencana alam lain.
Apalagi setelah baca komentar Hamsar Rangkuty di media sosial atas luapan Sungai (Aek) Hatupangan, Batang Natal, Jumat pekan lalu (09/12) yang kira-kira berbunyi: “Maaf hanya saran, pendapat. Pade ma dabo dihimbau, semua lapisan Pemda dan masyarakatnya untuk do’a bersama atau tolak bala, sesuai kepercayaannya di masing-masing mesjid dan gereja.”
Usai membacanya, penulis sontak teringat nyanyian Ebiet G. Ade di atas dan menuangkan isi perasaan, pemikiran dan renungan ke dalam tulisan. Harapannya, seluruh lapisan masyarakat punya sikap yang sama dan tarut menghamba dalam luahan rasa bersalah dan lantunan doa.
Catatan penulis, selama musim penghujan, bencana yang terjadi di wilayah kita Mandailing Natal, antara lain: banjir bandang di wilayah Hutarimbaru, Kecamatan Muara Batang Gadis; banjir menggenangi rumah warga di Patiluban Kecamatan Natal; tanaman padi masyarakat di wilayah Kecamatan Siabu banyak terendam banjir; menyusul longsor di jalur Lintas Jembatan Merah – Muarasoma Batang Natal. Entah sudah berapakali.
Banjir melanda wilayah daerah aliran sungai (DAS) Aek Mata Panyabungan pun sudah berkali-kali tergenang hingga merendam tanaman padi masyarakat. Belum lagi luapan sungai Aek Rantopuran dan Aek Kitang yang membuat Desa Manyabar, Gunungmanaon dan sekitarnya terendam entah berapa kali, bahkan hingga di sebagian tempat ratusan tanaman padi masyarakat sempat rata dengan tanah. Ada lagi luapan Aek Syarir di Panyabungan Barat yang menyeret seorang ibu hamil hingga tewas, terus kita juga mencatat Jumat pekan lalu (9/12) tujuh kecamatan terisolir disebabkan Luapan Aek Hatupangan di Batang Natal. Mungkin saja masih banyak lagi peristiwa alam yang terjadi seakan bosan dengan tingkah kita.
Coba kita hayati dengan jujur. Semua bencana itu terjadi karena faktor cuaca atau alam. Di musim kali ini, seolah hujan terus-menerus siang maupun malam. Coba kita renungkan ungkapan Hamsar Rangkuty yang dikutip di atas. Barangkali nyata juga bagi kita, begitu banyak kesombongan, terlalu serakah dan berlaku sangat pongah hingga alam pun akhirnya bosan, atau mungkin sudah menjadi satu kemurkaan. Dari sana barangkali timbul refleksi: pengakuan bersalah, penyesalan yang sangat hingga kemudian lebih hati-hati bersikap dan bertindak. Dalam amuk-rasa sentimentil demikian, tercetus doa penuh harap kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Sebagai doa, itu mungkin berkenan, barangkali berterima dan diijabah Allah Yang Tidak Pernah Lalai mengatur pusaran Alam Raya, termasuk Anromeda dan Bimasakti serta Tujuh Lapis Langit dan Tujuh Lapis Bumi. Sehingga iklim dan cuaca ekstrim berangsur normal kembali dan klop dengan tanah, sungai dan nadi kita. Begitulah, insy-Allah kita bisa terhindar dari berbagai bencana yang silih-berganti akhir-akhir ini.
Kerugian Milyaran Rupiah
Dalam bincang-bincang penulis dengan sejumlah warga masyarakat di berbagai tempat terkait dengan hujan yang berkepanjangan, hampir semuanya sependapat, hujan sudah mengakibatkan masyarakat mengalami kerugian hingga milyaran rupiah.
Apa alasannya…? Bicara tentang proyek 2016, BPBD Madina sudah mengalokasikan anggaran pasca-bencana. Selain banyak paket proyeknya yang tidak selesai, kualitasnya pun sangat meragukan sekali jika kita perhatikan siste kerjanya yang terkesan dipaksakan.
Lihat saja proyek yang ada di lingkungan Dinas PUD Madina, sekalipun Kadis PUD Madina Syahruddin, ST kerap kali memberikan ”warning” (peringatan keras) kepada kontraktor, agar mengerjakan proyeknya selesai tepat waktu, tapi nyatanya banyak kita lihat hingga 9 Desember 2016 tak selesai, padahal mereka sudah bekerja siang-malam. Lain hal, umpamanya, mereka bisa bekerja seperti dalam Legenda Sangkuriang di Pulau Jawa. Nyata, keterlambatan itu tentu mengakibatkan kerugian (ekonomi, politik dan sosial) yang sangat besar, bahkan mungkin hingga ratusan milyar.
Contoh lainnya, akibat bencana alam itu sudah sangat banyak. Khususnya akibat musim hujan, masyarakat yang selama ini selalu menderes (mangguris), tak bisa menderes lagi. Bencana alam sudah mengakibatkan kerugian yang teramat besar. Tentu saja, tak seorang yang menginginkannya. Makanya, karena hal-hal demikian, mari kita kembali ke saran Hamsar Rangkuti itu. Sudah saatnya untuk melakukan sesuatu: tolak bala.
Anggaran Penanggulangan 2017
Jelas, dampak bencana alam beruntun begitu besar. Tak sedikit warga yang mengalami kerusakan berbagai fasilitas dan kerugian, baik karena tersedotnya waktu dan pikiran, seperti Pemkab Madina sangat layak mengalokasikan anggara pasca-bencana atau anggaran untuk penanggulangan bencana di kemudian hari dalam APBD 2017.
Mungkinkah ada alokasi untuk 2017? Jawabnya, jelas terpulang kepada Pemkab dan DPRD Madina. Hanya saja, menjadi poin penting, anggaran pasca-bencana atau penanggulangan bencana untuk 2017 itu tak akan sia-sia. Bukan pemborosan. Masyarakat berharap, jika di masa mendatang terjadi lagi bencana, Pemkab Madina sudah ada anggaran untuk mengatasinya dengan mudah. Bagaimanapun, seperti bencana yang muncul selama ini, dipastikan menimbulkan anggaran untuk mengatasinya. Kalau tak ada anggaran, maka Pemkab Madina kesulitan.
Seperti halnya peristiwa meluapnya Aek Kitang dan Aek Mata Panyabungan, tak mungkin Pemkab Madina Cq. Dinas PUD dan BPBD Madina mampu menghadirkan alat berat untuk melakukan pengerukan, agar jangan berimbas lagi kepada perumahan penduduk. Tentu mustahil mengharapkan PNS di Pemkab Madina patungan. Memang harus ada anggaran khusus untuk itu.
Begitu juga dengan kejadian longsor yang menimbun badan Jalan Jembatan Merah-Muarasoma Jumat pekan lalu (9/12). Tak mungkin Pemda Madina berpangku tangan dengan mengatakan kepada masyarakat, “Itu wewenang Provsu.” Pemkab Madina harus ikut membantu mengorek longsor dari badan jalan. Makanya, harus dialokasikan di APBD 2017.
Harapan Masyarakat kepada Bupati Madina
Penulis dari Malintang Pos yang setiap muncul bencana di Mandailing Natal selalu meminta harapan masyarakat kepada Bupati/Wakil Bupati Madina agar Kepala BPBD Madina maupun personil di instansi tersebut segera dievaluasi. Sebab, selama ada bencana alam, banyak kritikan dan cemooh kepada Bupati Madina Drs.H.Dahlan Hasan Nasution karena sikap BPBD Madina yang dipimpin Risfan Juliardi Hutasuhut kurang berperan di lapangan, sehingga menimbulkan cemooh yang menyalahkan Bupati Madina.
Padahal, kalau saja pihak BPBD segera tanggap sesuai dengan tugas dan fungsinya, maka cemooh kepada Bupati tidak akan muncul. Tapi kondisi sekarang masih seperti yang masyarakat sangsikan sendiri, ada baiknya Bupati segera melakukan evaluasi terhadap seluruh jajaran BPBD Madina. Sebab masih banyak PNS yang ingin mengabdikan diri untuk membangun Mandailing Natal.
Karena itu, guna untuk melakukan antisifasi dalam berbagai hal munculnya pelayanan yang dilakukan BPBD Madina kepada masyarakat, alangkah baiknya Bupati Madina bertindak tegas dengan mengganti seluruh jajaran BPBD dan memberikannya kepada PNS yang betul-betul ingin mengabdikan diri ditengah-tengah masyarakat. Semoga.(Bersambung Minggu Depan)